“Eomma! Tadi teman-teman yang ejek Jae kaget semua! Dia mengakui, Appa Jae keren!”
“Pokoknya mereka minta maaf. Dia menjadi teman Jae juga. Tapi tadi Iseul tarik-tarik, gak boleh. Tapi Appa tidak mengizinkan. Kita harus memaafkan dan berteman dengan siapapun. Tapi saat didalam, Appa bilang, kita memang harus berteman dengan siapapun, tapi dengan mereka aku harus berhati-hati. Takutnya terjadi apa-apa, dulunya mereka jahat dengan Jae. Jadi, harus
waspada.”“Jae sangat menyukai Jin Appa.”
Jisoo tersenyum tipis mengingat-ingat ucapan Jae kepadanya sebelum akhirnya tidur tepat disampingnya. Nyenyak sekali. Kemungkinan karena lelah. Hari ini, dia bermain lama sekali dengan teman-temannya. Bukan hanya dengan Iseul, tapi juga teman-teman barunya. Sampai-sampai Jisoo harus memanggilnya masuk, padahal dulu tidak perlu dipanggil sama sekali.
Jisoo menghela napas. Kemudian berdiri. Dia sebenarnya hanya ingin mengaca sebentar di meja rias yang ada di kamar Jae. Tapi dia malah terpaku. Walau bahagia dengan kebahagiaan yang dirasakan putranya sekarang, dia tetap saja sedih dan khawatir. Merasa bersalah juga. Seokjin sampai harus terlibat untuk menenangkan hati Jae.
Namun Jisoo tersadar dari lamunannya ketika mendadak ada yang memegang kedua lengannya dan ternyata itu Seokjin. “Astaga, itu kau, Seokjin-ah,” ujarnya pelan agar Jae tidak bangun.
“Maaf mengagetkan,” ujarnya setelah terkekeh pelan. “Kukira ada apa lama sekali menidurkan Jae. Ternyata sedang melamun disini.”
“Hm. Aku hanya khawatir dengan beberapa hal,” jawab Jisoo seraya berbalik dan Seokjin menurunkan kedua tangannya.
“Apa?”
“Bisakah kita bicara diluar saja?” pintanya dan Seokjin langsung mengangguk. Jisoo mungkin khawatir Jae akan terbangun dan mendengar semuanya.
“Aku khawatir pada Jae.” Jisoo membuka suara setelah mereka keluar dan turun ke ruang tamu.
“Khawatir? Kenapa? Dia bahagia,” ucap Seokjin seraya duduk disamping Jisoo di sofa.
Jisoo menghela napas. “Iya. Sekarang.” Jisoo kemudian menunduk, mengusap tangannya sendiri. “Tapi kedepannya? Dia akan lebih dewasa, cepat atau lambat, dia tahu kau hanya kasihan padanya karena itu kau mengangkatnya sebagai putramu. Dia akan sedih karena kau bukan Ayah kandungnya.”
“Aku tidak hanya karena kasihan, Ji. Tapi aku menginginkannya. Aku menyayangi Jae,” ucap Seokjin cepat. Seokjin berusaha meyakinkan, tidak ada kebohongan di matanya. “Aku menyayanginya. Dia baik, pintar, penurut, bahkan sangat pengertian. Aku tidak masalah jika selamanya harus menjadi Ayahnya.”
Tulus sekali. Jisoo sampai tertegun sejenak mendengarnya. Namun tak lama dia menghela napasnya dan menggeleng. “Sayangnya tidak bisa, Jin.”
“Kenapa?” tanya Seokjin seperti protes.
“Karena kau akan menikah. Menurutmu, apakah istrimu bisa menerima Jae? Kau akan memiliki kehidupan lain. Tentu kau tidak bisa terus bersama Jae.”
“Aku—”
“Dan aku bisa juga menikah dengan orang lain. Tentu saja, aku mungkin akan ikut dengan pria itu, Jae juga. Kami tidak akan selalu bersamamu. Jae harus memanggil suamiku suatu saat nanti. Dia Ayah Jae sebenarnya.”
Kening Seokjin berkerut. Dia penasaran. “Apa maksudmu? Kau ingin menikah?” tanyanya langsung. “Kau dekat dengan pria lain? Aku tidak pernah melihatnya. Siapa prianya? Teman? Sahabat? Atau orang di sekitar? Apa pedagang yang tampan dan masih muda?” tanya Seokjin penasaran. Dia memang tidak pernah melihat Jisoo dengan pria lain selain dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Scenario✅
RomanceAhn Jisoo adalah gadis yang hamil di luar pernikahan. Kesalahan fatal yang terjadi di masa lalu membuatnya sangat menyesal dan akhirnya menumbuhkan benih yang sudah dilahirkannya yakni Jae. Semua ini membuatnya diusir oleh keluarganya. Ayahnya sanga...