Scenario Part 37

393 36 0
                                    

“Apakah semua baik-baik saja?”

“Iya. Sudah baik. Iseul hanya sakit demam. Demamnya sudah turun. Jae sudah bersikeras akan seharian di sana untuk menjaganya. Lisa juga menjaganya, Jungkook sebenarnya terpaksa pergi, dia bahkan tidak mau pergi, tapi Lisa memaksanya, terlebih ada rapat penting.”

Jisoo tersenyum lega mendengarnya dan mengangguk. Lalu, tangannya kembali bergerak guna melanjutkan aktivitasnya untuk mencuci piring. Dia mencuci piring setelah dia, Seokjin, dan Jae makan. Tadi Seokjin pergi ke rumah Jungkook bersama dengan Jae untuk mengantarkan Jae yang sudah begitu khawatir karena Iseul kemarin sakit, sekarang untungnya sudah membaik.  Jungkook juga mau tidak mau harus bekerja. Seokjin sendiri dua hari lagi, baru masuk bekerja setelah periode cuti kerjanya berakhir.

“Baguslah. Aku lega mendengarnya. Tampaknya nanti aku akan datang ke sana, kau mau ikut?”

Seokjin tidak langsung menjawab, melainkan dia berdiri di samping Jisoo, mengambil spons yang dipakai Jisoo untuk mencuci dan bergantian mencuci. “Tentu saja. Aku ikut nanti. Kau cuci tangan saja. Sekarang aku akan mengurus sisanya,” ujar Seokjin, lalu mengedipkan matanya ke arah Jisoo dan Jisoo terkekeh kecil. Tapi, menurut juga. Kalau tidak dituruti, Seokjin tetap akan bersikeras.

“Baiklah. Terima kasih.”

“Oke, Sayang,” jawab Seokjin begitu manis. Seokjin lanjut mencuci piring dan cucian itu tak lama sudah selesai. “Oh, ya, Ji. Ada yang harus aku bicarakan denganmu,” ujar Seokjin tiba-tiba membuat kening Jisoo berkerut. Terlebih Seokjin tampak serius.

“Iya, ada apa? Kau serius sekali.”

Jisoo terkekeh kecil. Sedikit bercanda untuk mencairkan suasana. Namun, itu tidak kunjung membuat raut wajah serius Seokjin luntur. Oke. Ini benar-benar topik yang serius.

“Aku rasa kita tidak bisa begini. Aku harus kembali menemui Ayah dan Ibumu,” ujar Seokjin tegas.

Mata Jisoo melebar. Terkejut. Dia tentu sudah menyangka Seokjin akan mengatakan ini, tapi tidak secepat ini. Baru saja dua hari yang lalu mereka di sana.

“Apa? Kau serius?” tanya Jisoo memastikan dan Seokjin mengangguk. “Jin, bukankah itu terlalu cepat?”

Seokjin menggeleng. “Tidak. Jika perlu aku akan datang setiap hari. Aku harus mendapatkan restu dari mereka untuk menjaga putri dan cucunya,” ucap Seokjin lagi.

“Jin, kau tidak perlu memaksa mendapatkan restu. Aku tahu bagaimana ayahku. Dia akan sulit merestui kita. Aku akan tetap bersamamu, tanpa restu.”

“Mereka orang tuamu. Restu mereka penting, Ji. Aku akan tetap berjuang, sampai kapanpun,” balas Seokjin serius. Jisoo sendiri menggeleng.

“Tidak perlu, Seokjin. Kita—"

Namun, ucapan Jisoo terhenti kala bel rumahnya dan Seokjin tiba-tiba berbunyi. Seokjin menghembuskan napas lega. Ya, setidaknya dia bisa menghindari topik ini untuk sementara. Seokjin tersenyum hangat ke arah Jisoo yang kesal karena belum sempat berbicara, tapi sudah disela dengan bel alias orang yang baru saja datang.

“Aku yang buka pintu. Jangan cemberut, nanti tamu kita bisa-bisa pergi,” ujar Seokjin seraya mencubit hidung Jisoo pelan membuat Jisoo terkekeh kecil.

Kekesalannya menjadi berkurang. Seokjin juga turut tertawa. Lalu, dia akhirnya segera membuka pintu. Namun, senyumannya luntur melihat siapa yang datang berubah menjadi terkejut. Jisoo sampai mengerutkan kening karena Seokjin hanya berdiri di depan pintu dan diam saja. Orang yang menjadi tamu juga tidak dipersilahkan masuk. Akhirnya Jisoo memutuskan untuk menghampiri.

“Jin, kenapa kau—” Tapi, sama reaksinya seperti Seokjin, Jisoo juga terdiam melihat siapa yang datang. Beberapa saat setelahnya, Seokjin memanggil orang itu, “E-Eomma? Kau datang rupanya,” ujarnya seraya memaksakan senyum dan tatapan tak percaya.

Scenario✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang