20. Babak Belur

789 129 81
                                    

Note: pls kasih vote dan komen cerita ini guis (⊃。•́‿•̀。)⊃ saling follow juga Instagram @satriaos_ biar kita makin erat! Terima kasih!

-

Seperti tahun-tahun sebelumnya, SMA Nusa Bakti akan mengumumkan hasil akhir dari nilai yang telah diakumulasikan. Aku menunggu hari ini tiba, karena meskipun aku masih tinggal di dalam kontrakan dan tak saling sapa—apalagi deeptalkdengan Jay sejak hari itu, diam-diam aku berharap Jay mendapatkan hasil terbaik, termasuk dia yang harus menerima undangan lulus ke kampus Ivy League impiannya.

Memang benar, aku telah egois selama ini. Makanya, aku memberikan keluwesan saja pada hidupku. Aku tak lagi ingin bersitegang apalagi berdebat dengan Jay dan orang-orang yang bersinggungan denganku. Bahkan aku tak bertanya apa-apa saat berulangkali Surya memberikan beberapa foto Jay bersama Gladys yang kencan di luar sana tanpa sepengetahuanku. Sekarang fokusku lebih berat pada anak-anak di dalam perutku. Mereka adalah bagian hidupku.

Aku juga masih belum percaya bahwa anak di perutku adalah anak Surya, karena bisa jadi video yang dia perlihatkan hari itu merupakan sebuah editan. Jadi, aku tak ingin ambil pusing. Karena dari artikel yang pernah kubaca, jika seorang ibu stres, anak juga akan stres. Aku benar-benar tak ingin mereka merasakannya.

Harapanku masih tetap sama, semoga ayah kandung dari anak di perutku itu Jay. Aku sungguh tidak ingin menuduh Jay karena jika kenyataannya anak ini benar bagian dari darah daging Surya, itu berarti aku telah membuat neraka untuk Jay, menciptakan segudang api yang perlahan membakar tubuh cowok itu sendiri.

Aku menggeleng berkali-kali, menarik napas pelan dan menetralkan degup jantungku yang mendadak berat. Langkah kakiku kembali masuk ke dalam kamar kosong yang telah disulap Jay menjadi tempat tidurnya. Sejak aku mendeklarasikan diri ingin pisah, Jay bermohon, bertekuk lutut, berharap aku memberikan kesempatan satu kali lagi. Dia menangis, tapi aku tidak memberikan reaksi apa pun selain bersikap dingin padanya. Aku sendiri juga tidak bisa mengajukan perpisahan begitu saja terlepas dari banyaknya pengorbanan dan perjuangan yang telah dilakukan oleh Papa apalagi Pak Langga. Karena itulah, Jay berinisiatif pisah ranjang saja sebelum sampai aku menjadi Bening yang dia kenal sebelumnya.

Aku terkekeh sumir. Dia sadar atas kesalahannya, tapi dia tidak berusaha memperbaiki. Di saat aku diam, dia sama sekali tak berusaha untuk membujukku. Dia selalu bertemu dengan Gladys, seakan janjinya tidak harus ditepati.

Aroma musk dari parfum Jay masuk ke hidungku saat aku membuka pintu. Lemari dari kayu mahoni yang dia beli tiga hari sejak kejadian itu berdiri di samping tempat tidur miliknya. Beberapa buku tebal berserak di atas kasur. Sejak aku diam-diam masuk ke sini, tak pernah sekalipun aku menemukan pakaian kotor yang berserakan, menandakan bahwa Jay sungguh memiliki jiwa mandiri yang patut diapresiasi. Dia sangat mengutamakan kebersihan—sesuatu yang begitu aku suka dari dirinya.

Aku membuka lemarinya. Di dalam ada beberapa kemeja yang tergantung, dibiarkan saja menjuntai di hunger dengan keadaan yang licin, action figure Naruto miliknya terdapat di dalam satu kotak persis di bagian paling bawah. Kemudian, perkakas rumah tangga berada di kotak lebih besar tepat di samping mainannya itu. Tak ada detail yang membuatku mengernyitkan kening kecuali satu book notes dengan sampul biru muda—warna favoritnya—tersentuh saat aku ingin mengambil beberapa kaus yang terlipat di bagian paling bawah. Ada tulisan kecil di ujung buku itu, tampak tak terlalu rapi, tapi masih bisa dibaca.

My Love from Heavens.

Aku tercengang saat membaca satu kalimat di awal lembar buku itu.

Matahari Sebelum Pagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang