Ini salah.
Saat Gladys berusaha membuka celana gue, langsung detik itu juga gue menahan diri untuk nggak melakukan ketololan lebih.
"Jay?"
Gue menggeleng. "Maaf, gue nggak bisa," jawab gue sambil mengambil jaket bomber gue di lantai. "Gue udah punya istri."
Jelas Gladys kecewa, tapi gue tetap berusaha untuk mementingkan perasaan istri gue di rumah. Walaupun kami sedang ada konflik, tetap aja gue harus bisa menahan. Udah banyak Ning memaafkan gue, jangan sampai dia benar-benar menutup pintu maafnya ke suami yang hina ini.
Tersenyum getir, Gladys bergerak merapikan pakaiannya. Gue nggak melihat apa-apa lagi setelah itu karena gue buru-buru keluar kamar.
Bangsat, anjing, tolol, Jay sialan!
"Glad, gue pergi dulu, ya?"
"Ke mana?"
"Ke rumah, ketemu istri gue." Sengaja gue menekankan kata itu. "Gue juga mau istirahat."
Gladys keluar dari kamar. Dia menatap wajah gue seakan nggak terjadi apa-apa. Dia bisa banget bermain mimik wajah.
"Bisa pergi sendiri?"
Gue mengangguk. "Bisa."
"Ya udah. Hati-hati."
"Tentang uang itu lo tenang aja, nanti gue transfer. Dan gue mohon, berhenti kerja jadi sales. Masalah kerja lo di rumah gue, nanti gue infoin lagi. Oke?"
Setelahnya, gue benar-benar membunuh semua tentang Gladys yang berbisa buat kehidupan gue dengan Ning. Tembok yang runtuh gue coba bangun lagi, sekokohnya janji pernikahan yang telah gue ucapkan di atas altar kepada Ning.
Gue sama Gladys sampai kapanpun nggak boleh melakukan hal seperti tadi. Selain Tuhan melarang, gue nggak mau mengkhianati istri gue sendiri.
Tuhan, ampuni hamba yang hina ini. Bening, istriku yang cantik, jangan lelah untuk memaafkanku ya sayang....
***
Jay datang ke rumah saat pukul setengah delapan, lima belas menit setelah aku pulang dari rumah sakit. Aku tidak melihat hal yang aneh dari dirinya kecuali matanya yang merah dan sesuatu yang menempel di lehernya—bukan merah mencolok, tapi merah pudar yang nyaris menyerupai warna pink. Aku tertegun sejenak. Apa tujuan Jay mengoleskan lehernya dengan lipstik?
Jay, are you okay?
"Ning, aku izin nggak sekolah dulu ya." Jay mencoba merangkulku, tapi aku refleks menggeserkan tempat dudukku. Saat ini aku sedang mengupas buah apel untuk aku makan. "Masalah kita semalam belum selesai?"
"Aku lagi nggak mau disentuh kamu."
"Tapi disentuh Surya mau?"
Aku menatap matanya sekarang juga.
Jay tertawa kecil. "Bi Inah yang ngasih tau tadi di teras. Katanya dia nemanin kamu di rumah sakit."
Aku meliriknya dengan setenang mungkin. "Abis dari mana?"
"Ning, kamu habis selingkuh."
Aku memejamkan mata, menahan napas. Hatiku yang baru saja terobati karena melihat buku pernikahan kami serta melihat beberapa foto pernikahan kami di dalam ponsel seketika patah berkeping-keping.
"Kamu tau Jevais sakit?"
"Menurutmu mana yang lebih penting aku khawatirkan? Jevais sakit atau kamu yang mesra-mesraan sama Surya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/276637160-288-k118557.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sebelum Pagi
Teen Fiction🔞(YOUNGADULT - ROMANCE) Jatuh cinta padamu adalah harap yang selama ini kudamba; berada di dasar hati; diselimuti oleh imajinasi liar yang semakin membara. Kita tahu, seharusnya kita saling mencinta dalam diam saja, tapi ternyata kita tak semudah...