Pemerintah mulai mewujudkan janjinya kepada rakyat miskin; membuka lapangan kerja, membuat rumah yang layak, juga membangkitkan SDM dengan memberikan dana yang sangat besar. Gue udah tau sejak lama berita ini, tapi nggak pernah gue ambil pusing karena menurut gue pemerintah itu cuma menguarkan janji palsu. Namun, saat gue lewat gubuk pos ronda, tiba-tiba gue dicegat, lalu diberikan pilihan untuk menjadi kepala tim atau anggota Program Kesejahteraan oleh Pak RT.
Awalnya gue bingung, karena jiwa sosial gue selama ini nggak pekat. Gue nggak sesering itu ngeronda, gue juga selalu ke rumah setelah narik becak dan sesekali gue juga mengabaikan beberapa acara seperti rapat di balai kota. Seakan tahu apa yang ada di otak gue, Kang Ubin langsung ngasih tau; bahwa program ini dari pemerintah untuk masyarakat. Dengan tujuan memakmurkan rakyat kecil. Dengan begitu, gue cuma diminta untuk menjadi magnet kepada rakyat di sudut kota ini.
"Gila lo kalau nggak ambil kesempatan ini, karena lo bakal dibayar 50 juta tunai!"
Gue menatap rumput empang yang ada di belakang Kang Ubin. Masih belum terkoneksi. "Kenapa bukan lo aja?"
Kalau memang kesempatan ini memberikan peluang yang besar buat ekonomi, kenapa bukan Kang Ubin aja-yang udah tahu duluan masalah benefitnya. Sebab, setiap manusia itu egois, lebih dari setengah dari mereka menginginkan hal baik untuk diri mereka sendiri.
Kang Ubin berdecak. "Gue bisa aja ngambil ini, tapi gue tahu konsekuensinya bukan main-main."
"Makanya lo nyuruh gue?"
"Jay," tekan Kang Ubin dengan suaranya yang berat. Dia menyentuh bahu gue. "Pak RT cuma ngasih tau, apa pun konsekuensinya, itu masih abu-abu. Gini deh, coba lo pikirin apa sekiranya masalah yang datang kalau lo jadi ketua program ini?"
"Gue masih nggak tau selain gue bakal menerima reaksi-reaksi yang nggak terduga."
"Betul!" Kang Ubin tersenyum canggung. "Gue paling nggak bisa berdebat, apalagi anak-anak lain. Cuma lo yang mencolok dari kita semua. Cuma lo yang lancar ngomong di depan publik. Bahkan lo bisa berbahasa Inggris dan pernah menjadi penengah si San yang berantem sama istrinya. Nah, itu poin lo yang tersorot sama Pak RT! Gue mohon, terima tawaran ini. Lagipula, bekingan lo pemerintah. Nggak akan ada yang bisa melawan mereka, Jay."
Dengan penjelasan singkat itu, akhirnya gue mengangguk. Menandatangani surat di atas materai yang dikasih Pak RT.
Dari benefit itulah gue bisa membeli motor biar istri gue nggak kesusahan lagi buat memenuhi kebutuhan rumah tangga.
***
Lahan kosong di tepi hutan ternyata menjadi tempat pemerintah untuk membuat ratusan rumah minimalis. Gue kaget, karena belum sampai seminggu setelah malam itu, pondasi rumah-rumah telah berdiri. Gue dengar sih arsiteknya dari Singapura, pantas aja semuanya serba cepat, tapi yang gue pikirkan saat ini bukanlah pembangunan rumah, melainkan segerombol warga yang mendadak muncul dari jalan protokol.
Gue paham, mereka akan melakukan pemberontakan, untuk itu gue langsung saja bergegas menemui mereka.
"Bapak, Ibu, ada keperluan apa ke sini?"
"Kami tidak setuju jika pembangunan dilanjutkan!"
"Bagaimana mungkin pemerintah berlaku diskriminasi seperti ini? Kenapa penduduk muslim saja yang diberikan akses seperti ini? Apakah kami bukan bagian dari penduduk? Apakah karena mayoritas Cina?"
![](https://img.wattpad.com/cover/276637160-288-k118557.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sebelum Pagi
Teen Fiction🔞(YOUNGADULT - ROMANCE) Jatuh cinta padamu adalah harap yang selama ini kudamba; berada di dasar hati; diselimuti oleh imajinasi liar yang semakin membara. Kita tahu, seharusnya kita saling mencinta dalam diam saja, tapi ternyata kita tak semudah...