Aku mengerjap. Kali pertama objek yang terlihat adalah Surya yang sedang membaca buku di pembatas jendela kamar. Kepalaku pusing, rasanya ingin tidur lagi jika saja kehadiran Surya di sana tidak bikin risi.
Ah, aku ingat. Semalam Surya yang menemaniku mencari Jay di Oliver Street. Setelah Jay mengantarku pulang, tak pernah rasa cemas berhenti menggerogotiku. Aku tidak bisa membiarkan Jay sendiri saja melawan dua kubu geng motor itu. Tapi, saat kami tiba, rombongan telah bubar karena ada satpol PP. Aku bertanya pada salah satu penonton, katanya Jay sempat adu jotos dengan seseorang sebelum kehadirannya hilang entah ke mana. Maka dari itu, aku kalut. Tangisku mengalir. Aku tidak bisa membiarkan Jay mengalami kesakitan lagi. Tapi, aku lupa tentang kesehatanku yang menurun sejak tiga hari lalu.
Untung saja ada Surya di sampingku semalam sehingga aku bisa berada di dalam kamarku sekarang.
"Surya, kamu nggak sekolah? Udah jam berapa ini?" Matahari tampak terang menyinari bumi.
"Om Wirya minta gue buat jagain lo. Lo juga sering bilang ke gue kalau lo takut sendirian di rumah apalagi saat sakit. Nah, itu makanya gue sekarang ada di sini."
"Tapi bukan berarti kamu meninggalkan tugas sekolahmu, Surya. Aku nggak suka." Aku melempar sebotol mineral kosong di dekatku ke arahnya. "Pergi. Nggak seharusnya kamu ada di dalam kamarku."
Surya menutup bukunya. "Gue udah keterima kerja part time di minimarket dan jam sepuluh nanti gue harus interview. Itu kenapa gue nggak ke sekolah, Ning." Dia berjalan mendekatiku lalu mengusap keningku. "Badan lo udah nggak terlalu panas. Sekarang lo mau makan apa?"
Aku tercenung. Surya selalu berarti di saat keadaanku tidak baik. Tidak terhitung kehadirannya selalu membawa kehangatan untukku. Di saat aku sakit, cuma dia satu-satunya orang yang bersedia mengorbankan waktu untuk menjagaku. Apalagi ketika Papa sedang di luar kota, tak terpungkiri dia yang menjadi pengganti sosok Papa di rumah ini.
"Mau bubur ayam." Aku menjawab jujur saja. "Minumnya kelapa muda."
Surya tersenyum sampai kelopak matanya tak terlihat. "Oke, gue beli sekarang, ya? Tunggu, jangan terlalu maksa buat jalan. Lo harus cepat sembuh."
Aku mengangguk, lantas saat Surya akan melangkah, dengan cepat aku menahan jemarinya. "Makasih udah selalu baik. Semoga Tuhan membalas kebaikanmu, ya."
Surya hanya tersenyum lagi sambil mengangguk sebelum benar-benar mencari makanan yang aku inginkan.
*
"Mas Jay, Mas? Boleh Bi Inah masuk ke kamar?"
Suara Bi Inah masuk ke timpani saat gue baru membuka mata. Tubuh gue rasanya remuk redam. Luka di wajah gue juga masih terasa perih. Gue melihat ke pintu kamar yang nggak dikunci lalu berdehem untuk menjawab pertanyaan Bi Inah.
Aroma roti bakal langsung membuat perut gue keroncongan. Bi Inah meletakkan nampan yang dia bawa ke atas nakas. Dia membuka gorden jendela sehingga kamar gue jadi terang. "Bi Inah disuruh Tuan Langga tadi pagi-pagi harus udah nyampe di sini. Dia minta Bi Inah untuk bantu Surya beres-beres."
"Beres-beres kenapa, Bi?"
"Loh, dia kan mulai besok tinggal di kost dekat tempat kerjanya, Mas. Masa iya Mas nggak tau."
Dia pergi. Itu ide yang bagus.
"Tapi Bi Inah suka bingung sama dia, Mas." Bi Inah memotong roti bakar yang dia bawa menjadi beberapa bagian. "Dia seperti punya banyak masalah. Bi Inah sering sekali lihat dia menelepon sama orang lain sambil marah-marah. Bukan cuma itu, dia juga nggak pernah menghargai Bi Inah. Setiap kali Bi Inah nanya, dia sering nggak jawab. Samalah kayak tadi. Dia izin ke Tuan Langga untuk nggak masuk sekolah dan dia main pergi gitu aja ke luar setelah Bi Inah nanya mau ke mana. Dikira dia ganteng kali ya, Mas? Padahal mah, gantangan Mas Jay ke mana-mana!"
![](https://img.wattpad.com/cover/276637160-288-k118557.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sebelum Pagi
Ficção Adolescente🔞(YOUNGADULT - ROMANCE) Jatuh cinta padamu adalah harap yang selama ini kudamba; berada di dasar hati; diselimuti oleh imajinasi liar yang semakin membara. Kita tahu, seharusnya kita saling mencinta dalam diam saja, tapi ternyata kita tak semudah...