"Papa Jay?"
Gue tersentak saat keluar dari toilet, ada Jevais berdiri di depan pintu. Gue langsung membingkai senyum, menggendong lalu mencium pipinya.
Sedari tadi keinginan memeluknya membludak, entah karena apa. Melihat dia bisa tersenyum lalu mengobrol bersama Gladys dan Hyra dengan artikulasi yang lancar membuat terenyuh, karena ini anak sangat ceria. "Ada apa, Bos Kecil?"
"Jawab yang jujur. Sebenarnya aku ini anak kandung Papa Jay, 'kan?"
Mata gue membelo sempurna.
"Di dalam mimpiku, papa kandungku itu Papa Jay, bukan Papa Surya."
Gue menelan saliva. Ini situasi nggak harus terjadi. Jevais nggak boleh berpikiran kalau ayah kandungnya itu gue. Dia harus punya hubungan batin dengan Surya. Gue bukan siapa-siapa di hidupnya.
"Jev—"
"Kenapa Papa tinggalin aku?"
Gue tersenyum canggung. Cara bicara Jevais udah kayak orang dewasa. Dia berhasil membuat gue merasa bersalah seketika—walau fakta yang diucapkan tidak sepenuhnya benar.
"Om bukan ayah kandung kamu."
"Tapi kenapa ada foto pernikahan Papa Jay sama Mama? Dan kenapa Mama sering nangisin foto Papa Jay waktu Papa Surya pergi? Terus Mama juga bilang kalau dia juga mau yang jadi papa aku itu Papa Jay, bukan Papa Surya!"
Gue tercenung apalagi saat Jevais sudah mulai menitikkan air mata. Dengan sigap gue membawa dia ke belakang rumah. Dia harus tenang sebelum kembali ke hadapan mamanya.
"Jevais ... listen." Tenggorokan gue rasanya tercekat. Bagaimanapun gue sayang sama anak ini. Dia satu-satunya anak yang mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara gue dan Bening dulu. Ada ikatan di antara kami yang masih pekat. "Jangan panggil Om dengan sebutan Papa lagi, ya? Karena Tuhan bakal marah, soalnya papa kamu itu Surya, bukan Om."
"Papa Surya jahat! Dia sering pukul aku! Kalau aku bikin kesalahan, aku pasti bakal dihukum. Orang kayak gitu nggak pantas disebut sebagai papa, 'kan?!"
Oke. Anak kecil nggak akan gampang diajak mengerti akan suatu hal, tapi gue nggak akan membiarkan Jevais selalu memikirkan gue sebagai ayahnya. Dia harus bebas dari masa lalu yang suram.
Gue jongkok di hadapannya. "Jev, dulu om ini memang ayah kamu. Tapi, om dulu nggak bisa membahagiakan mama kamu. Om terlalu jahat. Om nggak bisa mengerti kemauan mama kamu. Om juga nggak bisa merawat mama kamu, karena om nggak punya uang yang banyak seperti papa Surya, jadi... om mohon Jev, lupakan semua tentang om. Semua orang tahu, lebih pantas yang jadi papa kamu itu Surya, bukan Om." Gue mengambil napas sebanyaknya. Dada gue mendadak sesak. "Nah, makanya om menyerah. Om kasih mama kamu ke Surya. Karena cuma Surya yang bisa bikin mama kamu tertawa."
Jevais menyeka air matanya menggunakan punggung tangan. "Papa Surya nggak pernah sayang sama mama. Dia deketin mama kalau dia lagi ada masalah aja. Terus aku juga sering melihat Papa Surya nampar pipi mama."
Buku-buku jemari gue memutih. "Papa kamu nampar pipi mama?"
"Iya, Om."
Gue menghela napas. Jevais akhirnya bisa bangkit dari imajinasi buruknya. Dia udah percaya kalau gue bukan ayah kandungnya.
"Sejak kapan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/276637160-288-k118557.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sebelum Pagi
Jugendliteratur🔞(YOUNGADULT - ROMANCE) Jatuh cinta padamu adalah harap yang selama ini kudamba; berada di dasar hati; diselimuti oleh imajinasi liar yang semakin membara. Kita tahu, seharusnya kita saling mencinta dalam diam saja, tapi ternyata kita tak semudah...