Dingin. Perih. Gelap.
Tiga kata itu yang saat ini gue rasakan. Gue nggak tau lagi ada di mana, tapi kalau ditelisik lebih jauh, kayaknya gue sedang berada di ruangan bawah tanah. Aroma tanah yang lembab dan besi-besi berkarat terhidu jelas. Gue mengembuskan napas panjang, berusaha nggak panik. Namun, pikiran buruk itu kembali muncul; apakah ini akhir dari kehidupan gue?
Orang-orang yang membenci gue banyak, nggak tau apa yang membuat mereka benci dari seorang pengemudi becak. Atau ini semua terjadi karena gue udah jadi pihak yang ada di antara kubu pro dan kontra. Konon, perselisihan terjadi memang karena adanya keegoisan dari setiap manusia. Ini tentang bagaimana pemerintah ingin dipandang baik, juga orang-orang kecil merasa ditindasㅡpadahal kalau pembangunan ini terjadi atau nggak, mereka akan baik-baik aja. Gue memejamkan mata, berusaha meredam perih yang muncul dari arah belakang kepala gue.
Gue harus keluar dari sini. Maka dari itu, gue berusaha berdiri, tapi sial, kaki gue diikat menggunakan tambang besar pada sebuah tiang. Gue memberontak, lalu berteriak.
"BRENGSEK!"
Sejurus kemudian, terdengar suara ketukan yang berasal dari arah atap yang juga terbuat dari besi. Napas gue mulai memberat. Apa yang membuat mereka mengurung gue dalam tempat simulasi kuburan ini? Apa kesalahan yang telah gue lakukan sampai mereka tega melakukan ini pada gue?
Anak sama istri gue pasti lagi cemas nunggu gue di rumah.
Maaf, maafkan aku, Glad. Maafkan papa ya, Hyra. Papa janji, Papa akan keluar dari sini.
"Jay? Kamu di dalam?"
Suara itu membuat gue tersentak.
"Aku tau, kamu lagi di dalam. Mohon tunggu sebentar lagi. Aku akan menyelamatkan kamu."
Bening. Cewek itu nggak pernah absen untuk mengganggu kehidupan gue. Apa yang membuat dia bisa tau kalau gue ada di sini? Atau jangan-jangan ini akal-akalan dia aja biar gue ngerasa berhutang budi padanya?
Gue berdecih. Ini cewek emang haus perhatian banget, membuat gue makin hilang respek sama dia. Namun, tentu, kebaikan dia yang mau menyelamatkan gue harus gue manfaatkan. Apa pun yang sedang terjadi ini, satu-satunya hal yang harus gue lakukan sekarang adalah menyelamatkan diri.
"Iya. Ini gue. Gue mohon, tolong gue sekarang, Bening."
Tidak lama kemudian, salah satu atap terbuka. Dari sini gue bisa melihat warna kulitnya yang bersih walau malam telah larut. Matanya sedang berusaha mencari keberadaan gue sambil berkaca-kaca. Gue paham arti tatapan itu. Bening bisa aja jadi dalang dari penculikan gue, tapi untuk ketulusan yang terpancar itu, gue jadi berpikir dua kali untuk membenci dia.
Bening melempar pisau dari atas. "Buka ikatan di kaki kamu. Setelah itu, aku bakal lempar tambang ini ke sana."
Tanpa menghabiskan waktu lebih lama, gue meraih pisau yang jatuh di antara kaki gue. Gue potong tambang yang besar itu dan beberapa saat kemudian, gue langsung berdiri.
"Jay, kamu bisa naik pakai tali ini, kan?"
"Dan lo emang bisa pegang talinya?"
"Aku bakal ikat di pohon dekat sini. Tunggu sebentar, ya."
Bening menghilang. Gue menunggu dengan cemas dan seketika fokus gue berada pada lorong remang yang ada di sebelah kanan. Kaki gue refleks berjalan ke arah sana. Mata gue membelalak sewaktu melihat tiga ruangan yang berbentuk seperti sel tahanan. Ada sesuatu yang bergerak, membuat gue mendekati sel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Sebelum Pagi
Teen Fiction🔞(YOUNGADULT - ROMANCE) Jatuh cinta padamu adalah harap yang selama ini kudamba; berada di dasar hati; diselimuti oleh imajinasi liar yang semakin membara. Kita tahu, seharusnya kita saling mencinta dalam diam saja, tapi ternyata kita tak semudah...