2. Don't Judge People by cover

50 1 0
                                    

Masih membahas beastiallity. Orang yang menikah dengan seekor kuda di kampung Petra.

"Lihat Tristan, foto yang ini di facebook. Kau lihat berapa banyak orang yang mengomentarinya dengan kata-kata cibiran?" Petra menunjukan sebuah foto di akun sosial medianya. Siapa lagi kalau bukan seseorang mencintai kudanya terlalu over. Aku kemudian membaca komentar-komentarnya. Ada yang sarkas, memaklumi bahkan ada yang oot. Yang out of the line  ini yang berbahaya.

"Kami tidak mengerti dengan kehidupan zaman sekarang. Dari ratusan kehidupan, selama kami hidup kami telah merasakan kesusahan sekian lama  Ekonomi naik, kami susah makan. Sekaran lihat, berapa banyak orang yang nggak makan" ketika aku membaca itu, aku dan Petra tertawa kecil.

"Apa hubungan postingan ini dengan tanjakan ekonomi?" Kataku dengan Petra yang tertawa melihat komentar itu, lewat sosial media Petra ditablet milik gadis itu. Inilah orang pengen dianggap kritis dan open minded, tapi tidak tau tempat. Kita membahas satu topik, malah melebar kemana-mana. Ingin tertawa, tapi kasihan.

Sering aku temukan diberbagai social media, mereka berkomentar dengan kata-kata kasar. Bahkan ada yang mengirimkan dark joke yang cringe dimana kesannya orang baca jijik, dan bercanda tak tau tempat.

Ketika kami berdua scroll kebawah, aku menemukan postingan tentang politik, dimana mereka membahas tentang kenaikan harga pangan.  Bahkan naiknya bisa dikatakan dua kali-lipat. Dikomentar tersebut, mereka mengeluh tentang kenaikan yang dilakukan oleh pemerintah, tanpa ada belas kasihan. Sekali lagi aku menemukan orang yang bercanda tak tau tempat.

"Ah..kenaikan pangan biasa itu. Nikmati saja hidup ini. Enjoy man!"

"Kenapa ya? Setiap aku membuka sosial media, selalu seperti ini?"

"Kebanyakan mereka baru mengenal sosial media. Jadi seperti itu. Banyak sekali orang toxic yang aku temukan disini. Bahkan bisa membunuh orang lain"

Petra menatap dengan tatapan sedih. Dia seperti mengingat sesuatu sambil melihat sebuah pictorial book, dimana ada gambar salah satu gilrband asal negeri ku berada. Petra menatapnya dengan keibaan hati.

"Kenapa kau menatap poster girlband lama sekali?"

"Aku hanya berfikir, salah satu diantara mereka kenapa bisa bunuh diri" kata Petra dengan wajah kasihan. Tapi  seakan dia malah kasihan kepada salah satu diantaranya.

"Sulli cantik ya. Aku suka senyumannya" kata Petra. Petra menangis dalam hati menatap Sulli. Dia meninggal bunuh diri karena komentar dari orang lain. Kadang aku bingung dengan orang-orang yang menjatuhkan. Bahkan ada juga yang mengatur artis favorite mereka seperti layaknya sebuah ponsel yang harus diatur seenaknya. Mereka berkomentar kadang tidak berfikir. Bahkan isi komentarnya macam orang patah pensil berfikir. Kehidupan orang dia urusi. Sementara kehidupan dia sendiri tidak beres. Macam dia saja yang sempurna. Coba mereka ada diposisi dia, pasti mereka akan merasakan hal yang sama. Setiap kali aku melihat foto Sulli, rasanya aku ingin marah. Dia itu bebas melakukan apapun, tapi entah apa tujuannya mereka mengirimkan komentar jahat, bahkan Lisa Blackpink saja ikut kena hanya gara-gara orang Asia tenggara.

Apa salahnya dia orang Asia tenggara? Semua manusia itu sama saja, tak ada bedanya. Mau orang Asia Timur, Tenggara, Selatan dan segala manusia dari seluruh penjuru arah mata angin, dimata sang Pencipta semuanya sama. Kita tak ada bedannya.  Yang bisa Dia bedakan hanya orang baik dan orang jahat. Tapi manusia dongo  yang membunuh member girlband nan jelita itu, ku anggap mereka orang pengangguran yang tak punya kerjaan. Yaitu mengurusi kehidupan orang lain. Atau psikopat online.

"Aku kasihan mendengar kematian Sulli. Dia cantik dan berbakat. Kenapa harus dia Tristan?" Tanya Petra. Aku baca dari mimik wajah gadis ini, dia sepertinya mengaggumi Sulli.

"Kau sepertinya mengangguminya"

"Sangat.  Aku juga suka IU dan juga Lisa Manoban. Setiap kasus haters dan rasisme, membuatku sedikit ingin mengkritisi kehidupan mereka. Kalau pemerintahan, itu boleh. Atau mengkritisi kesalahan, itu boleh. Tapi kalau kita mengkritisi orang tanpa tau penyebabnya, berarti mereka orang gila."kata Petra dengan santai tapi menohok.

"Kejamnya. Tapi kau benar. Sekarang semenjak kematian Sulli, undang-undang Sulli sudah ada. Dunia industri hiburan ditempatku banyak memutuskan bunuh diri karena tidak tahan dengan ujaran kebencian orang lain. Sekarang aku khawatir dengan Lisa Manoban. Dia menjadi korban rasisme karena orang Asia Tenggara. Huh! Tidakkah mereka mengikuti pelajaran pengetahuan sosial? Manusia itu berbangsa-bangsa. Tidakkah mereka membaca bahwa manusia itu, berarti mereka molor ketika belajar geografi. Ah! Atau mereka tidak pernah melihat globe"

Petra tersenyum seakan dia setuju dengan pendapatku.

"Woi..kita sudah lama duduk disini, kita tidak ada memesan makanan apapun" kata Petra.

"Oh ya benar juga"

Kami kemudian memesan makanan. Kami panggil pelayan kantin untuk mencatat apa yang ingin kami makan. Setelah itu ia pergi dan kami tunggu.  Saat kami menunggu makanan, munculah beberapa pria yang kesannya mengejekku. Garis mata yang sipit. Dasar bodoh. Aku langsung memberikan simbol jari tengah dengan santai. Wow...emosi tuh. Mereka kumpulan anak-anak punk dimana laki-lakinya memakai celak pada area garis mata mereka.  Penampilan mereka tidak beres dan kadang-kadang mereka mandi. Bau asam dari ketiak mereka semua tercium sampai kekantin ini. Lihat, semua orang mulai keluar. Pasti! Pasti menahan muntah. Sampai Petra mengeluarkan sapu tangan. Mungkin udara disini mulai tercemar. Disaat kami menanti berdua, datanglah salah seorang temanku.

Dia laki-laki berpakaian formal tapi dia sangat gaul. Dia anak desain grafis yang menurutku sebenarnya dia memiliki sisi Bohemian. Namanya Alex Lambardo. Dia dari Italia.  Dia mendapat beasiswa s2 disini melalui jalur artikel. Dia menuliskan disana tentang koin dalam sebuah platform menulis. Pria ini dulu awalnya menjadi bulan-bulanan orang yang membullyku tadi. Tapi namanya orang pintar, si Alex dikenal sebagai tukang brainwash anak orang. Sekali dicuci otaknya, langsung ciut. Alex datang disaat yang tepat. Para anak punk yang tadinya duduk seraya mengejek, langsung kabur mendadak. Saat mereka pergi, mulutku gatal.

"Heleh, kenapa kalian tidak berani melawan Alex?" Tanyaku.

Mereka semua terdiam dan menoleh ke arahku. Aku mengatakan dengan berani bukan.

"Biasanya kau berani melawan pria seperti Alex" kataku.

Mereka tak bergeming sama sekali. Mereka kabur tanpa ada mengucapkan sepatah kata apapun.

BECAUSE I'M TRISTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang