[xx] jeffrey crazy-green

757 154 76
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tolong katakan kepada Mark bahwa yang merasakan atmosfer tajam di dalam kereta kuda itu bukan dia saja karena dia seperti dicekam oleh sesuatu yang bahkan tidak bisa dia lihat nyata.

Hamparan padang luas di jalanan menuju Castle Combe mungkin satu-satunya yang bisa mengalihkan pikirannya tentang suasana tidak menyenangkan ini. Di luar jendela, malam tampak menampar seisi bumi dengan kegelapannya. Secuil saja, dia berharap bintang mau menemaninya dalam sunyi ini tapi ternyata mereka terlalu malu.

Edward bahkan tidak bisa membuat candaannya yang biasa. Pemuda itu hanya mengatupkan bibirnya sedari tadi sambil diam-diam melirik Jeffrey yang rahangnya mengeras.

Seolah-olah pria bermarga More itu bisa membunuh Edward, kapanpun sang pemuda mengeluarkan barang sepatah.

"Saya sudah melakukan yang terbaik, Tuan."

Ah, petugas medis itu. Jeffrey memanggilnya dalam penuh ketiba-tibaan saat Jane tak sadarkan diri.

Jeffrey mendecih. "Aku tak butuh terbaik-mu. Aku butuh dia hidup dan sadar. Memangnya aku peduli kalau kau sudah mengerahkan kemampuanmu?"

Oh, seringaian itu. Mark mengaku kalau ini adalah pertama kalinya lagi dia melihat Jeffrey yang ini.

Sejak Jeffrey More itu menempel dengan Jane Tudor terus menerus, Mark yakin sang pria akhirnya sudah menjadi lebih baik.

"Maaf, Tuan." Petugas medis bernama Manya Biggerstaff--berparas dutch kental dan berwajah rupawan--itu membungkuk sedalam-dalamnya. Suaranya bergetar. "Saya sudah melakukan yang bisa seorang petugas medis lakukan. Tapi, sekarang kita semua hanya bergantung pada satu harapan dan mungkin sedikit mukjizat."

"Huh?" Jeffrey bermaksud menanyainya, apa yang harus mereka lakukan sekarang?

"Menunggu, Tuan." Jawab Manya. Matanya berbinar, dan dia tersenyum pahit. "Sebuah tindakan yang seringkali manusia anggap remeh."

"Kau pandai sekali bersilat lidah. Sastrawan?"

Dalam sekali kalimat, Manya tak berkutik. Wajah pucat pasinya sungguhlah familier dan Mark serta Edward langsung menatap satu sama lain waktu menyadarinya.

"Tidak, Tuan. Saya hanya minta unjuk diri."

"Memangnya kau pikir, kau mau kemana?"

Mutlak. Manya tak akan pernah bisa pergi.

"Tapi, Tuan. Saya tidak ada salah sama seka-"

Jeffrey yang ini. Betapa beruntungnya Mark bisa menjadi sahabatnya ketimbang menjadi musuhnya. Karena musuh Jeffrey kemungkinan besar hanya berakhir dalam dua kemungkinan.

Sengsara atau..

Mati.

Mayat Manya dibuang ke hamparan luas semak-semak serta hutan yang tampak gelap gulita.

PORTRAITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang