[xviii] mourning in kimbolton

839 176 43
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ingatan bak buku cerita yang baru dia baca beberapa saat lalu. Walaupun, saat Jane kembali tersadar, buku cerita yang ia maksud disini adalah buku bacaan sebelum tidur favoritnya yang suka ibunya bacakan waktu dia masih kecil.

Ibunya mengandung besar Mary, mengapitnya di sebelah kanan, dan ayahnya di sebelah kiri. Dunia masih berwarna, dan ayahnya masih orang kesayangannya.

"Waktunya tidur, Jane." Ibunya menutup buku, lalu menatapnya dengan tatapan mengancam jika ia tak mau tidur, mereka akan membuatnya tidur dengan segala cara.

"Tidak mauuuu!!" kemudian, dia akan berlari ke gendongan ayahnya, dan ayahnya akan mengangkatnya tinggi-tinggi, tidak membiarkan ibunya mengambilnya dari gendongan itu.

Mereka tertawa. "Ayaaah! Ibu hampir menangkapku!!" pekiknya, dan saat ibunya sudah menatap mereka dengan tatapan lebih seram lagi, keduanya akan menyerah dan Jane memilih untuk tetap hidup, alias membiarkan dirinya disisir oleh sang ibu daripada cari masalah lebih lanjut.

Rambutnya coklat, tidak ada sehelai pun yang berwarna kemerahan seperti ibunya. Agak ikal, tapi ayahnya bilang itu adalah rambut terindah yang pernah dia lihat selain rambut istrinya itu.

"Ayah, jangan pergi kemana-mana, ya?" tanyanya.

Ayahnya mengernyit. "Memangnya ayah mau kemana?"

"Siapatahu suatu hari nanti ayah tidak sayang denganku lagi."

Jawaban sang ayah, adalah sebuah tipikal jawaban orang tua kepada anaknya: "Ayah tidak akan kemana-mana. Ayah hanya menyayangimu."

Persetan dengan semua itu.

Jane bahkan tidak pernah bisa melihat tawa bebas yang sama lagi dari orang tuanya. Jadi, di hari ketika sang ayah memutuskan untuk menikah lagi, dunianya mengenal kehancuran itu sendiri--dalam segala cara yang bisa diketahui oleh manusia.

Ingatan terakhir yang melintas sebagai bunga tidurnya adalah ketika ayahnya menepuk punggungnya pelan. "Jane, ayah menyayangimu."

..dan Jane terbangun, dengan mata sembap usai menangis.

Kimbolton pada 7 Januari 1536 mungkin menjadi saksi bisu atas banyaknya duka yang mengudara di langit-langitnya, menyatu dalam sungai-sungai kecil di daerah itu, serta dibicarakan dari satu mulut ke mulut lainnya.

Tapi, Jane baru mengetahui kabar tidak mengenakkan itu sehari setelah ibunya meninggal.

Dia tidak ada disana saat ibunya meninggal, dan bagaimana ayahnya--Raja Henry diberitakan dimana-mana tentang pakaian nyentrik-nya, Jane tak tahu dia harus bereaksi seperti apa. Setidaknya, hal penting yang harus dia pikirkan hanyalah apa yang harus dia lakukan saat sampai di Kimbolton.

PORTRAITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang