Jane menyadari tidak ada yang tinggal di hari itu. Semua orang menghilang, dan ia jadi bertanya-tanya apakah dia melewatkan sesuatu.
Ketika Nyonya Radcliffe mengetuk pintunya dengan sebuah selebaran di tangan kirinyalah, Jane tahu dia memang melewatkan sesuatu.
"Semua orang di Castle Combe turut berdukacita, Jane."
Jane bisa melihat tinta yang digoret di kertas itu tidak basah lagi. Apakah seharusnya dia fokus kesana? Atau kepada nama Jeffrey yang ditulis diantara berbagai nama lainnya?
Kepalanya berdengung ketika akhirnya ia hanya bisa menyebutkan satu nama yang begitu menyakitkan. Jeffrey, dan fakta bahwa itu tidak akan pernah cukup untuk mengembalikan kekasih jiwanya, bagian dari dirinya, dari kematian akan selalu membunuh Jane, berkali-kali dalam kubangan cintanya.
"Kerajaan menegaskan bahwa mereka akan menangani sisanya. Apakah Nyonya niat pergi ke Istana?" Pertanyaan Nyonya Radcliffe menyisakan Jane dalam duka yang menggelap dan amarah yang membara.
Ini semua pasti ulah Ayahnya. Orang pertama yang selalu mengkhianatinya.
Jane butuh bernapas tiga kali untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia masih bisa membuka suara barang menjawab Nyonya Radcliffe.
"Terima kasih atas pengertian dan ucapan dukanya, Nyonya. Sungguh berarti. Semoga Tuhan selalu memberkati."
Nyonya Radcliffe tinggal untuk teh hangat dan pembicaraan singkat mengenai riwayat 'pengurusan sisa' oleh pihak Menara London.
Jane berlari menuju jamban di belakang rumah, mengeluarkan isi perutnya yang tidak ada dan menangis seakan tidak ada yang tersisa setelah kepergian Jeffrey. Selain duka. Ia ingin memuntahkan seluruh bagian dari dirinya agar tidak perlu merasakan apapun lagi, tapi ciuman kecil sebelum tidur tadi malam ingin dia tinggalkan selamanya disana.
Ia ingin menuntut banyak, terutama mengapa ia, Mary dan Kate ditinggalkan. Tetapi, surat yang dia temukan di bawah bantalnya setelah kembali ke kamarnya dan menyembunyikan dirinya disana seakan tidak ada duka yang menguar ketika ia menginjakkan kaki di tempat lain di rumah itu akan selalu mematikan bagi Jane. Tidak bersisa. Namun, disana ada penjelasan.
Ia mengedip beberapa kali, berusaha agar air matanya tidak mengaburkan kemampuan membacanya.
"Kepada Jane,
Kekasih jiwaku.Aku berharap surat ini tidak akan pernah sampai ke tanganmu karena itu berarti aku tidak akan bisa tinggal lebih lama untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada kami. Terutama setelah pertemuanku dengan Ayahmu. Bukan sebagai pelukis istana yang tidak sengaja jatuh cinta dengan Putrinya, tetapi sebagai sesuatu yang lain: pengkhianat kerajaan, berencana menggulingkan tatanan yang sudah dijaga sejak diciptakan dahulu kala.
Aku menjadi takut, Jane. Sebagai pemimpin operasi kudeta, itu tidak seharusnya semenakutkan itu. Tetapi, bagian dariku, sebagai manusia, takut meninggalkanmu.
Untuk mengeluarkan dua kawanku dari kungkungan Raja, aku harus pergi ke Istana. Aku harus berbicara dengannya karena tidak akan ada yang meninggalkan satu sama lain. Rupanya itu bukan rencana yang begitu baik. Aku sudah tahu dari awal, dan aku berencana untuk membuat rencana lainnya. Namun, ketika dia mulai menyebutkan namamu lalu setiap hal terkasih yang dimiliki oleh kami semua, tidak ada yang terasa lebih buruk dari itu. Bahwa aku mungkin saja kehilanganmu, sebagaimana semua orang akan kehilangan satu sama lain. Pedang di leher Mark, aku tidak bisa bertindak lebih bodoh lagi.
Tidak ada pelarian lagi, Jane, meski aku bersedia melakukannya, lagi dan lagi, seperti saat pertama kali ajakan itu diterima olehmu. Hanya kita berdua dan malam yang liar.
Saat itu terasa tidak ada yang mencekat dan tidak ada tanggung jawab.
Banyak yang ingin ku katakan tetapi aku tidak bisa berpikir, Jane. Aku hanya bisa membayangkanmu. Suaramu yang terasa tepat untuk telingaku dan wangimu yang sehangat rumah.
Bagaimana mungkin aku tidak merindukannya?
Aku percaya kita akan kembali di suatu saat nanti, saling mengingat satu sama lain. Di saat itu, semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada perpisahan. Kita sudah terlalu kenyang dengan ucapan sampai jumpa lainnya. Hanya akan ada 'Aku mencintaimu' dan segala yang baik.
Oh, Sayangku. Di kurun waktu terakhir dunia, hanya ada kau yang tersisa didalamnya.
Milikmu,
Jeffrey."Jane punya tiga jam untuk menangis sesukanya, dan terus merasa bersedih sampai dia akhirnya mengeringkan air matanya.
Di sekitar matanya masih membekas merah. Namun, di siang hari itu, di hari yang sama dengan ucapan perpisahan dari Suaminya sendiri, Jane mengenakan gaun hitam, sepatu hitam dan kain brokat berwarna sama yang menutupi wajahnya.
Ia melihat dirinya sendiri.
Kekasih jiwanya mati.
Tetapi, ia masih perlu ketenangan seorang Putri dan menemui orang yang pertama kali mengatakan padanya bahwa dia harus duduk sopan, tersenyum manis dan berkata santun.
Ia perlu menemui orang yang mengkhianatinya. Ayahnya.
•
sungguh-sungguh waktu yang lama untuk kembali.di beberapa momen waktu aku buka aplikasi ini lagi, aku sempat lihat orang-orang yang masih begitu baik meninggalkan jejaknya dan menunggu portrait kembali. maaf sudah mengecewakan dengan menjadi penulis yang meninggalkan semuanya di bab terakhir.
sungguh di penghujung.
terima kasih sudah mau menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PORTRAIT
Fanfiction[ft. jung jaehyun] "I can even burn the entire land when it comes to you." • Jane, putri sulung Raja Henry VIII memutuskan untuk kabur dari istana dan berakhir di rumah Jeffrey Green, pelukis istana yang juga merupakan penulis. Jeffrey menjadika...