Jantung Prisa tersentak mendengar makian Mbak Mira meskipun itu tak ditujukan untuknya. Ia melirik ke arah Gista yang duduk di pojok, masih terus menunduk tanpa bersuara. Kalau dilihat kondisinya seperti ini, anak baru itu kasihan juga. Namun, ia juga tak bisa apa-apa untuk membela karena semua terjadi akibat kesalahannya.
"Nggak apa-apa, Mbak. Nanti aku bantuin kalo kerjaan aku udah beres semua. Sekarang aku mau balas email dulu, ya," ujar Prisa. Mbak Mira mengangguk, ia menenggak air dalam botol minuman dengan cepat seperti baru saja lari maraton.
Prisa menyalakan iMac sambil mengisi daya ponsel yang nyaris mati. Ia menyempatkan diri melihat layar salah satu benda berharga yang baru ia beli sebulan lalu itu. Tampak beberapa pesan dari Mas Steve, juga beberapa klien yang menggunakan jasa freelance ilustratornya. Ia segera membalas pesan itu dengan cepat dan segera meletakkan ponsel di kolong meja. Beralih pada layar komputer yang sudah menyala, kini ia berkutat dengan email divisi yang entah bagaimana dan sejak kapan menjadi tanggung jawabnya. Mas Bagas menyerahkan tugas itu padanya selain pekerjaan utama sebagai desainer grafis dan secara tidak langsung menjadikannya "sekretaris" divisi IT.
Beberapa saat kemudian, Mas Bagas dan kedua ketua tim masuk ruangan. Mereka masih sibuk berbincang, tampak alot mempertahankan pendapat. Belum lama mereka di dalam, pintu kembali dibuka dengan keras. Mas Rayhan dan Mas Steve menghambur masuk terburu-buru.
"Gas, anak IT ada yang free?" tanya Mas Rayhan.
Mas Bagas memutar pandangan ke sekeliling ruangan. Semua tampak menunduk, menyembunyikan wajah di depan komputer agar tak diberi tugas tambahan. "Ada, tinggal Prisa doang. Kenapa?"
"Tera nggak masuk. Tadinya dia sama Steve mau presentasi aplikasi gim Cleany di PT Clean Life," jelas CEO itu cepat.
"Terus? Kan, gimnya udah jadi. Mereka minta revisi?" Mas Bagas mengernyitkan dahi.
"Belum juga presentasi, gimana mereka mau minta revisi? Konyol," cetus Mas Steve, membuat wajah Mas Bagas memerah.
"Justru hari ini mau presentasi, Gas," pungkas Mas Rayhan. "Ya udah, gue pinjem Prisa, ya. Biar dia yang presentasi di sana."
"Eh, tunggu-tunggu! Kenapa nggak Livi aja? Waktu itu, kan, dia ikut di-briefing bareng Tera?"
"Livi lagi technical meeting di IF."
"Kalau gitu ... biar saya aja yang pergi!" usul Mas Bagas.
"Ngapain gue pergi sama lo?" Mas Steve berkata ketus. "Lagian, mana mau PT Cleany dipresentasiin sama cowok brewokan sangar kayak lo? Pasti auto nolak," cibirnya semakin menjadi.
Mas Bagas hendak membalas, tetapi Mas Rayhan buru-buru menengahi.
"Udah, udah! Sekarang udah mau telat," sergahnya. Dia beralih pada Prisa yang sedang pura-pura tak mendengar perdebatan itu. "Pris, tolong temenin Steve presentasi, ya. Gue nggak bisa pergi karena investor mau datang."
Prisa sontak berdiri, kemudian berkata terbata. "Eh, saya?" cicitnya seperti tikus yang terjepit di antara tatapan Mas Bagas dan Mas Steve. Ia kembali memandang Mas Rayhan yang menjadi penengah. "Baik, Mas."
"Sip, kalau gitu, cepat berangkat!" perintah Mas Rayhan sambil mengambil ponsel di saku dan mendekatkan di telinga, kemudian meninggalkan ruangan sambil berbicara di telepon.
"Ayo, Pris!" ajak Mas Steve.
Sekilas Prisa melihat seolah ada aliran listrik yang saling menyambar di mata cowoknya itu dengan sang atasan. Ia tak ingin muncul ketegangan yang bertambah parah lagi di antara keduanya dan buru-buru mengemas barang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Copycat [END]
RomanceGimana rasanya kalau ada orang yang ngikutin gaya kita? Dari fashion, potongan rambut, sampai gaya bicara, diikuti juga! Kesal, nggak, sih? Itulah yang dialami Prisa. Kebaikannya membantu Gista, rekan kerjanya malah jadi bumerang buat dia. Gista men...