Part 18: Feeling Guilty

8.8K 1.4K 74
                                    

'Melihat namanya, pipi seketika merona,

Membaca pesannya, hati berbunga-bunga,

Mendengar suaranya, jantung bersorak gegap gempita,

Bertemu dengannya, seolah mendapat bintang jatuh dari angkasa.'

Prisa tak dapat menahan senyum saat membaca unggahan Instagram di akun milik Mas Asa. Pencarian akun pria itu yang dilakukan semalaman ternyata membuahkan hasil. Kegundahan yang tak kunjung hilang semalam membuatnya memutuskan untuk mengalihkan dengan sesuatu yang menyenangkan. Entah mengapa ia ingin sekali melihat Mas Asa, tetapi tentu saja tak mungkin kalau ia tiba-tiba minta pria itu mengirimkan foto. Kalau menghubungi lagi, pasti rasanya aneh karena tak ada keperluan apa pun yang hendak dibicarakan.

Menjelang tengah malam, ia akhirnya berhasil menemukan akun pria itu. Yah, walaupun tidak ada foto dirinya, tetapi menemukan media sosial penulis yang sudah memiliki dua puluh ribu pengikut itu membuatnya berdebar. Untaian kalimat puitis yang ditulis di setiap unggahan sukses menuai like dan komentar dari followers yang merupakan penggemar berat novelnya. Namun, rasa lelah sudah terlanjur mendominasi hingga tanpa sadar ia terlelap dalam buaian mimpi. Hingga untuk pertama kalinya, ia bangun kesiangan dan terlambat berangkat ke kantor.

Sepanjang jalan dari halte Transjakarta menuju gedung kantor, Prisa habiskan untuk menguliti satu per satu unggahan pria itu. Beberapa kali ia hampir menabrak orang yang sedang berjalan karena terlalu sibuk melihat ponsel. Meskipun begitu, rasa penasarannya tak menghentikan diri untuk terus melakukan aktivitas berbahaya itu. Bukan apa-apa, ia tak mungkin melakukan stalking instagram Mas Asa di kantor karena ada Kevin si bawel yang pasti akan mengajukan pertanyaan untuknya. Parahnya, kalau sampai Mas Steve melihat dan akan timbul prahara.

'Laksana gugusan bintang yang bersinar terang,

Meskipun terpisah jarak jauh membentang,

Rindu yang tersemat tak juga hilang,

Seberkas wajah selalu terbayang.'

Hati Prisa tergelitik demi membaca rangkaian kata romantis itu. Keisengan merasuk di otaknya, menggerakkan tangan untuk melakukan tangkapan layar dan mengirimkannya pada Mas Asa. Di bawah gambar yang dikirimkan, tak lupa ia menulis pesan.

Prisa : [Quote-nya bagus-bagus, Mas Asa. (emoticon jempol)]

Terkikik sendiri, Prisa membayangkan bagaimana respon Mas Asa. Melanjutkan mode stalking, ia melihat-lihat komentar para pengikut Instagram pria itu. Seperti ada segumpal awan tipis yang beterbangan di hati Prisa demi melihat komentar yang nyaris mirip.

'Bang Asa lagi jatuh cinta, ya?'

'Wah, Bang Asa bisa puitis juga!'

'Bang Asa mau bikin novel romance?'

'Bang, aku melting ini bacanya!'

'Bang Asa lagi mikirin aku?'

'Ini pasti buat Dewi Zanitha.'

Zanitha? Bukankah itu namanya? Prisa jadi bertanya-tanya, apakah itu ungkapan hati tokoh dalam novelnya? Atau ... itu ditujukan untuk dirinya? Ah, tidak mungkin! Jangan terlalu geer, Prisa!

Seketika Prisa tersentak demi sebuah kesimpulan yang terlintas di benaknya. Apa mungkin kalimat itu ditujukan untuk siapa pun perempuan yang disukai Mas Asa? Astaga, kenapa selama ini ia tidak kepikiran bahwa mungkin saja, Mas Asa sudah memiliki tambatan hati di kehidupannya? Semua kebaikan yang dilakukan untuknya pasti hanya sebatas pertolongan yang lumrah diberikan untuk orang kesulitan. Sedangkan bodohnya, ia malah berbunga-bunga setiap mendapat perlakuan manis darinya.

Copycat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang