Part 26: Bad Luck

10K 1.6K 79
                                    

Tubuh Prisa terasa berat untuk bangun dari tidur. Dia berjalan lunglai menuju kamar mandi, membersihkan diri seadanya, kemudian membuka lemari pakaian. Matanya menatap nanar pada tumpukan baju yang baru diambil dari penatu. Jantungnya berdebar keras seiring keringat keringat dingin yang mulai membanjiri tubuh. Entah mengapa, kegiatan memilih baju sama dengan menentukan kabel berwarna apa yang harus diputus agar bom tidak meledak.

Menghela napas, Prisa memejamkan mata sesaat. Udara hangat perlahan memasuki dadanya yang sesak. Tidak, ia tak boleh terus begini. Semua akan baik-baik saja. Lagi pula, tidak mungkin Gista akan mengikutinya lagi hari ini. Dia tidak akan tahu pakaian apa yang akan dikenakannya, bukan?

Prisa mengambil high waist pencil skirt abu-abu yang jarang dikenakan, kemudian mengombinasikan dengan blus berwarna hitam. Selain menggambarkan suasana hatinya yang sedang buruk, pakaian ini juga pasti tidak akan diikuti oleh Gista karena ia jarang memakainya. Ia menyisir rambut, kemudian memulas riasan seperti biasa. Mengambil kelly bag dan memindahkan semua isi dari tas sebelumnya, ia bersiap keluar kamar.

Kakinya begitu berat saat hendak melangkah. Untuk pertama kalinya, ia kehilangan semangat bekerja.

***

Tiba di kantor, aroma makanan memenuhi udara. Perut Prisa memanggil-manggil minta diisi dan ia baru ingat kalau belum sarapan. Tampak para pegawai membawa kotak makanan dan juga kopi, serta bungkusan lain berwarna putih, sambil tertawa riang. Mereka mengucapkan terima kasih, kemudian menutup pintu ruangan yang dulu ditempati Kak Livi.

Tatapan para pegawai tertumbuk pada Prisa. Ia berusaha menyapa mereka, seperti biasa. Hatinya mencelos saat balasan yang diterima hanya sekadarnya. Ingin menghindari tempat itu, ia berjalan cepat menuju ruangannya. Namun, ia malah nyaris menabrak orang yang baru saja keluar. Ia terkesiap begitu melihat siapa yang membawa bungkus makanan. Hana, sahabatnya! Gadis itu tampak salah tingkah, menyembunyikan bawaan itu ke balik tubuh.

"Oh, hai, Pris. Baru datang?" tanya Hana tampak kikuk. "Besok jadi dateng ke nikahan Kak Tera, kan?"

"Iya," sahut Prisa serak. "Lo lagi ngapain, Han?"

"Itu ...." Hana menggigit bibir.

"Kak Hana! Kak Hana!" teriak seseorang dari dalam ruangan. "Kak, ini jam tangannya nggak dibawa?"

Mata Hana terbelalak. Dia melirik Prisa, kemudian tampak menelan ludah. Suaranya parau berkata, "I–iya, Gis."

Tampak suara langkah mendekat. Seorang gadis muncul dari ruangan, menjulurkan sebuah kotak pada Hana. "Ini, Kak. Katanya Kakak suka yang warna rose, kan?"

Napas Prisa tertahan demi melihat pemandangan di depannya. Jantungnya seolah berhenti berdetak, tubuhnya kaku seperti baru saja dikubur dalam salju. Matanya terbeliak demi melihat sesosok gadis yang memakai high waist pencil skirt abu-abu berpadu dengan blus hitam yang sama persis dengannya. Lagi-lagi, Prisa seperti merasa seperti amoeba yang bisa membelah diri menjadi dua.

***

Masuk ke ruangan, Prisa membanting tubuh di atas kursi. Ia menyisir rambut dengan jari, kemudian menjambaknya dengan kuat agar rasa sakit yang terasa mengembalikan kewarasan otaknya. Ia menyumpah serapah dalam hati, menggeram, dan ingin rasanya berteriak. Argh! Sial! Bagaimana bisa Gista mengikutinya memakai pakaian yang sama? Apa dia tahu pola pakaian yang sudah diaturnya setiap hari? Atau jangan-jangan dia memata-matai dirinya?

Prisa semakin merinding. Perilaku Gista sudah sangat kelewatan. Ia benar-benar harus bicara padanya. Namun, bagaimana? Gadis creepy itu selalu menghindar jika melihat dirinya!

Copycat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang