Prisa duduk gelisah di jok mobil SUV yang sebenarnya terasa empuk. Jantungnya tak henti berdegup keras sejak semalam, membuatnya terus terjaga dan baru tidur menjelang pagi. Sekarang matanya terasa berat dan kepalanya pusing, tetapi hati yang gusar terus mengusik keinginan untuk beristirahat. Perutnya terasa perih karena ia sungguh tak bernafsu untuk menyantap apa pun.
"Aku masih nggak ngerti jalan pikiran kamu, Sayang. Kok, bisa kamu bohongin Gista cuma buat jalan sama Livi dan yang lain. Dia, kan, lagi butuh kamu buat berubah, kamu sendiri yang bilang. Sekarang satu-satunya orang yang dia percaya malah bohong. Kamu tau, kan, gimana rasanya?" cecar Mas Steve yang duduk di belakang kemudi.
Air mata yang sempat berhenti kini mengalir lagi di pipi Prisa. Dia benar-benar menyesali perbuatannya dan sudah mengakui itu lebih dari tiga kali. Hatinya semakin terasa hancur kala Mas Steve mengungkitnya lagi.
"Iya," sahut Prisa serak sambil mengangguk dan menyeka air mata. "Aku, kan, udah minta maaf, Mas."
Mas Steve menghela napas panjang. "Tapi Gista pasti masih marah sama kamu. Buktinya, HP-nya aktif, tapi nggak balas WA dan angkat telepon kamu! Bahkan tadi, dia sampai suruh satpam rumahnya buat ngelarang kita masuk!"
"Terus aku harus gimana?" bentak Prisa putus asa. Dia sangat lelah merasa bersalah, apalagi mendengar Mas Steve terus mengungkitnya.
Pacarnya itu melirik sekilas, kemudian tangan kirinya melepas setir dan membelai rambut Prisa. "Udah, kamu jangan nangis terus. Nanti kita coba omongin sama Rayhan."
Membuang muka ke arah jalanan yang macet, otak Prisa semakin terasa penat. Ia menggigit ujung ibu jari, merasakan sensasi nyeri. Namun, itu tak seberapa dibandingkan rasa sakit di dalam hati.
***
Tiba di kantor, Prisa membuntuti kekasihnya yang berjalan memimpin. Kakinya masih gemetar, kulit wajahnya terasa kaku akibat air mata yang mengering. Ia menyempatkan diri menatap pantulan diri di kaca pembatas ruangan dan tampak riasannya sudah hilang, berganti dengan muka pucat seperti hantu.
Mereka sampai di ruangan Mas Rayhan yang pintunya setengah terbuka. Beberapa pegawai mengintip dan mencuri dengar apa yang terjadi di dalam. Terdengar caci maki bersahut-sahutan, diselingi bentakan yang memekakkan telinga.
Dari balik tubuh Mas Steve, Prisa melihat Kak Livi dan Mas Rayhan sedang berhadapan dan saling menunjuk-nunjuk. Wajah mereka merah padam, pembuluh darah di leher dan tangan menyembul keluar. Hawa panas terasa dari ketegangan yang mengapung di udara, membuat dada yang melihat ikut merasa sesak.
"Lo yang harusnya urusin sepupu lo! Jangan nyusahin orang terus! Mentang-mentang dia sodara lo, jadi dibelain terus. Ini startup kita bangun bareng, Rey! Jangan nepotisme! Gue tau bokapnya dia kasih dana, tapi yang lain juga berkontribusi, kan? Nggak usah pilih kasih!" bentak Kak Livi berapi-api.
Tubuh Prisa merinding demi mendengar pertengkaran dua petinggi perusahaannya itu. Terlebih lagi, semua perkara berasal dari kecerobohannya. Dia tak pernah menyangka bisa menjadi sumber keributan besar yang baru kali ini terjadi di Friendera.
"What the hell! Semua gara-gara lo yang kasih bad influence ke anak-anak, Liv! Mereka jadi semaunya sendiri! Jangan salahin Gista! Dia itu korban! Lo yang suruh Prisa bohongin dia, kan? Gue tau lo benci dia, tapi nggak usah hasut orang!" balas Mas Rayhan bertolak pinggang.
"Bullshit! Lo nggak usah belain si creepy sepupu lo itu!" Kak Livi menarik kerah jas pria di hadapannya. "Dan jangan nyalahin orang lain atas tingkah menjijikan sodara lo!"
Mas Rayhan hendak membalas, tetapi suara Mas Steve menahannya. Pria yang baru datang itu menyeruak ke tengah perseteruan, memasang badan untuk memisahkan. Dia mendorong Kak Livi menjauh dari Mas Rayhan hingga melepaskan cengkeraman, kemudian mengamankan sang CEO dari sergapan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Copycat [END]
RomanceGimana rasanya kalau ada orang yang ngikutin gaya kita? Dari fashion, potongan rambut, sampai gaya bicara, diikuti juga! Kesal, nggak, sih? Itulah yang dialami Prisa. Kebaikannya membantu Gista, rekan kerjanya malah jadi bumerang buat dia. Gista men...