"Jadi kayak aku?" Prisa mengernyitkan dahi. "Ya ampun, Gis. Kenapa harus jadi kayak aku ketika kamu udah punya segalanya? Kamu lahir dari keluarga yang kaya, orang tua yang sayang sama kamu, bahkan sepupu CEO. Kenapa kamu pengen kayak aku?"
"Papa Mama pengen aku berubah, Kak. Mereka nggak suka lihat penampilan aku begini," desah Gista menyandarkan tubuh di kursi. "Selama ini aku nggak pernah ambil pusing, tapi setelah dengar cerita Kakak, aku jadi punya motivasi untuk berubah. Seenggaknya, aku pengen Mama sama Papa bangga sama aku kalau lihat aku sudah lebih cantik dan punya banyak teman. Kakak tau, waktu kita pulang lembur malam-malam itu, Papa sepanjang jalan nggak berhenti nanyain tentang Kakak. Papa nggak percaya kalau aku punya teman yang mau bantuin, bahkan sampai rela lembur sama aku."
"Oh, ya? Papa kamu nggak marah kamu lembur sampai malam? Aku pikir, Papa kamu bakal marahin Mas Rayhan karena ngebiarin sepupunya lembur," komentar Prisa.
"Nggak, Kak. Justru Papa ikut jemput karena nggak percaya aku bilang lembur Pas tau aku nggak bohong, Papa puji aku, bilang aku udah setingkat lebih baik. Katanya, aku semakin bertanggung jawab, juga udah bisa punya teman!" pekik Gista berapi-api. "Waktu lihat Kakak, Papa bilang standar perempuan profesional itu seperti Kakak, punya penampilan rapi di kantor, cantik, juga pekerja keras. Papa nyuruh aku belajar dari Kakak. Jadi ... aku mohon, Kakak mau bantuin aku lagi. Cuma Kakak satu-satunya teman yang aku punya."
Prisa mendesah. Ia tak yakin bisa membantu Gista mengubah penampilannya, mereka belum terlalu dekat. Lagi pula, gadis yang berasal dari keluarga kaya tentu saja bisa pergi ke salon mana pun dan membeli baju serta kosmetik mahal sendiri.
Namun, seketika ingatan Prisa berselancar pada saat perjuangan awal ketika tiba di Jakarta. Bekerja di percetakan dengan penghasilan pas-pasan, ia tetap berusaha memberikan performa terbaik. Beruntung, ada Mbak Leny dan Mbak Mona yang membantunya mengubah penampilan dari gadis culun yang tidak pernah memakai bedak dan lipstik, sampai bisa memilah kosmetik sesuai kulit. Bahkan, dulu ia memakai rok panjang batik dengan kaos oblong ke tempat kerja. Kini, ia sudah bisa memadukan pakaian yang ia punya hingga terlihat punya banyak baju. Semua itu tidak bisa ia lakukan jika tidak ada orang yang membantunya.
Melihat mata Gista yang berkaca-kaca, hati Prisa semakin tidak tega. Lagi pula, tidak ada salahnya membantu teman, bukan? Walaupun ia merasa dirinya masih belum cukup berpengalaman, mungkin sedikit saran dan masukan bisa menjadi bekal untuk Gista mengubah penampilan. Bagaimanapun, ia sendiri yang merasa iba jika gadis itu dikucilkan.
"Oke, Gis. Aku akan bantu kamu sebisa aku," ucap Prisa akhirnya.
"Benar, Kak?" Gista memekik gembira. Dia bangkit dari kursinya, kemudian menghampiri Prisa dan memeluknya. "Makasih, Kak Prisa. Kakak emang yang terbaik!"
"Jangan makasih, dulu. Aku, kan, belum ngapa-ngapain," ujar Prisa.
"Kakak udah mau bantu aku aja, aku udah senang banget, Kak!" seru Gista. "Jadi ... kita mulai dari mana?"
Prisa menggaruk-garuk dagu dengan tatapan menerawang. "Ehm, mungkin kamu perlu beli baju formal buat ke kantor? Walaupun di Friendera bebas berpakaian, tapi nggak ada salahnya kalau kamu punya. Kamu bisa pakai kapan pun kalau dibutuhkan."
"Ide bagus, Kak!" Mata Gista berbinar-binar. "Nanti sore temenin aku beli, ya!"
"Nanti sore?" Prisa membeo. Seolah muncul alarm di otaknya akan janji dengan Mas Asa. "Maaf, Gis. Sore nanti aku nggak bisa. Aku udah ada janji."
"Yah ...." Wajah Gista berubah muram. "Kakak janji sama siapa? Bukannya semua sibuk urusin BB? Kalau sama Mas Steve, nanti aku bisa minta Mas Rayhan untuk kasih dia kerjaan."
"Itu ... aku ada janji sama teman," jawab Prisa pelan. "Gimana kalau besok?"
"Aku maunya sekarang, Kak. Mumpung teman-teman Kakak juga pada nggak ada. Biar besok aku juga bisa mulai," desak Gista.
KAMU SEDANG MEMBACA
Copycat [END]
RomanceGimana rasanya kalau ada orang yang ngikutin gaya kita? Dari fashion, potongan rambut, sampai gaya bicara, diikuti juga! Kesal, nggak, sih? Itulah yang dialami Prisa. Kebaikannya membantu Gista, rekan kerjanya malah jadi bumerang buat dia. Gista men...