"Dari mana kamu?"
Suara berat dan dalam yang baru pertama kali Prisa dengar keluar dari mulut kekasihnya seketika menyambutnya. Jantung gadis itu bergemuruh, keringat dingin membanjiri seluruh tubuh. Napasnya tertahan, dadanya seperti tertimpa beban. Lidahnya terasa kelu untuk sekadar digerakkan.
"A–aku, tadi, Mas Asa—"
"Kan, aku tadi bilang tunggu!" bentak Mas Steve dengan mata melotot. "Kamu malah pergi sama laki-laki lain!"
Prisa terlonjak. Seolah ada petir yang menyambar, tubuhnya seperti terkena sengatan arus listrik. Ia bergidik, kaku dan membisu. Ia tidak pernah dibentak sedemikian kerasnya, bahkan oleh orang tuanya sekali pun. Kini, orang yang berstatus pacarnya, telah melakukannya di depan umum. Tanpa sadar, air mata gadis itu meluncur sebelum sempat tertahan, bersamaan dengan rintik gerimis yang datang menembus malam.
"Hei! Apa nggak bisa bicara lebih sopan sama perempuan?" Mas Asa yang tadi tertinggal di belakang Prisa kini sudah menjajarinya.
"Siapa lo, Br*ngs*k! Nggak usah ikut campur, deh, lo! Mau ngerebut pacar orang, hah?" geram Mas Steve menarik lengan Prisa keras hingga gadis itu berada di sebelahnya. Dia merangkul bahu Prisa, mencengkram lengannya dengan kuat seolah ingin menunjukkan kepemilikan. Bau asing yang memuakkan menguar dari tubuhnya. "Prisa itu pacar gue, Si*lan!"
"Iya, saya tahu," sahut Mas Asa dingin. "Saya yang ajak Prisa pergi tadi, karena dia sedih pacarnya pergi sama perempuan lain."
"Br*ngs*k! Lo nggak usah ikut campur!" teriak Mas Steve semakin meradang. Kini wajahnya semakin merah padam, dengan pembuluh darah di sekitar lehernya yang membesar. "Prisa pacar gue, milik gue! Gue yang berhak nentuin dia mau pergi sama siapa! Dan gue nggak pernah ngizinin dia pergi sama perebut pacar orang kayak lo!"
Semua terjadi begitu cepat. Mas Steve merangsek maju dan dengan gerakan cepat, tangannya yang terkepal diayunkan ke depan wajah Mas Asa.
"Mas Steve!" jerit Prisa ketakutan, menutupi mulutnya dengan tangan.
Alih-alih terkena pukulan, Mas Asa dengan cepat membalikkan keadaan. Dia menangkis serangan tiba-tiba dari Mas Steve, kemudian menangkap pergelangan tangan pria itu dan memelintirnya. Dalam satu gerakan kilat, dia membalik badan Mas Steve dan mendorongnya hingga terhuyung dan tersungkur ke sebelah Prisa.
Spontan, Prisa menunduk dan membantu Mas Steve untuk berdiri. Dia gemetar begitu hebat sampai tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hanya tangisan yang keluar dari mulutnya. Dia benar-benar bingung harus memihak siapa.
"Si*lan! Br*ngs*k!" Hujan makian keluar dari mulut Mas Steve. Dia kembali bangkit, menepis tangan Prisa dan hendak kembali melakukan serangan. Namun, gerakannya tertahan oleh Prisa yang menariknya sekuat tenaga.
"Mas Steve, jangan! Mas Asa nggak salah! Aku yang minta dia jemput aku!" lolong Prisa diiringi isakan.
Pantulan lampu penerangan jalan di mata Mas Asa menyorotkan tatapan dingin dan tajam.
"Saya akui, saya memang salah karena mengajak pergi pacar orang lain. Tapi itu semata-mata karena saya tidak tega melihat seorang perempuan menangis sendirian di tengah keramaian," tegasnya.
"Bulsh*t! Nggak usah cari pembenaran! Bilang aja lo mau ngerebut Prisa dari gue, kan? Si*lan!"
Pegangan Prisa terlepas saat Mas Steve seperti hewan buas menyerang kembali Mas Asa. Namun, dengan lihai, lagi-lagi Mas Asa mematahkan serangannya. Kini, ia tidak cuma menghindar, melainkan mendaratkan bogem mentah di pipi Mas Steve. Lagi-lagi, pria itu tersungkur ke trotoar. Darah segar menetes dari sudut bibirnya.
Prisa menjerit-jerit ketakutan hingga tanpa sadar menarik perhatian penghuni indekos, Mang Ujang yang berlari dari belakang, tetangga, sampai orang lewat. Mereka berduyun-duyun menghampiri keributan yang terjadi antara ketiga orang itu. Mas Steve meminta tolong pada warga, mengatakan bahwa dia dipukul Mas Asa hingga terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Copycat [END]
RomanceGimana rasanya kalau ada orang yang ngikutin gaya kita? Dari fashion, potongan rambut, sampai gaya bicara, diikuti juga! Kesal, nggak, sih? Itulah yang dialami Prisa. Kebaikannya membantu Gista, rekan kerjanya malah jadi bumerang buat dia. Gista men...