Suara gedoran di pintu menyentak Prisa. Tanpa aba-aba, matanya langsung terbuka seiring tubuhnya yang nyaris melompat hingga terduduk. Tak cukup satu kali, bunyi memekakkan telinga itu terjadi berulang-ulang hingga siapa pun yang berada di luar mungkin saja bisa menghancurkan pintu kamarnya.
"Iya! Tunggu sebentar!" teriaknya sambil menepuk kepala yang terasa pusing akibat perubahan posisi yang tiba-tiba. Apalagi, ia merasa seperti baru saja ditarik dari tidur terdalamnya. Badannya terasa lemas dan remuk redam seperti baru dipukuli semalaman. Ia menjejakkan di atas lantai dan seketika menjerit. "Aduh!"
Rasa nyeri menjalar seperti sengatan listrik yang dihantarkan petir. Tubuh Prisa tergeletak di lantai sementara mulutnya tak berhenti mengerang. Gedoran di pintu semakin tak terkendali, kini terdengar lebih keras lagi. Kepala Prisa seperti akan meledak dibuatnya.
Beringsut, ia berhasil juga tiba di depan pintu yang sebenarnya tak terkunci. Tampak seorang gadis mengenakan tank top dan celana pendek yang tidak menutupi sebagian besar paha putihnya. Rambutnya yang panjang dijepit asal. Tangannya menggenggam sebuah kardus panjang dan bungkusan besar.
"Prisa! Lo ngapa ngesot begitu?" jeritnya seperti baru melihat hantu. "Terus lo ngapa pake baju kerja acak-acakan gitu! Abis dugem lo, ya?"
"Ih, Mbak Leni! Semalam aku lembur, terus aku jatuh. Kakiku sakit!" pekik Prisa sambil membetulkan posisi duduknya. Tampak balutan perawat semalam masih terlihat.
"Astaga! Prisa sakit!" teriak wanita yang tinggal di kamar sebelahnya semakin menjadi. Ia menghambur masuk dan melempar bungkusan yang di bawanya asal, kemudian menghampiri gadis itu. "Lo kenapa? Kaki lo kenapa? Kok, bisa luka?" cerocosnya panik.
"Hah? Prisa sakit? Prisa kenapa? Prisa dugem? Prisa mabok? Prisa ... Prisa!"
Berbagai suara yang berasal dari luar kamar kini menelusup ke gendang telinga Prisa. Tak butuh waktu lama hingga pintu kamarnya dipenuhi oleh gadis-gadis yang berkostum mirip dengan Mbak Leni. Tetangga indekosnya itu berjejalan masuk ke kamar dan mengerubungi Prisa, berteriak histeris melihat kondisinya yang memprihatinkan.
"Hoi, tenang dulu, semuanya!" perintah Mbak Mona, gadis paling senior yang menghuni rumah indekos. "Ayo, kita bawa Prisa ke tempat tidur!"
Prisa tak dapat menolak saat mereka semua bergotong royong mengangkatnya ke kasur. Ia hanya bisa pasrah saat tubuhnya kini sudah mendarat di atas wajah Hello Kitty. Dengan hati-hati, mereka meletakkan kakinya yang sakit di atas tempat tidur.
"Lo kenapa, Pris?" tanya Mbak Mona ketika situasi sudah mulai tenang.
Semua wajah di depannya kini menatap dengan penuh rasa ingin tahu. Prisa menceritakan tentang kejadian lembur, hampir dicopet, hingga hak sepatu patah dan jatuh. Teman-temannya mendengarkan dengan saksama, sampai duduk di lantai dan menontonnya bercerita.
Tiba-tiba wajah Mbak Leni berubah serius. "Cowok yang nganter lo apa badannya tinggi gede? Kulitnya eksotis? Ada lesung pipinya? Ganteng?"
"Ya?" Prisa mengernyitkan dahi. Bagaimana Mbak Leni bisa tahu tentang Mas Asa? Apa jangan-jangan dia akan diadukan pada Ibu Kos karena sudah membawa laki-laki masuk?
"Tadi pagi dia datang! Bawain makanan banyak banget dikasih ke Mang Ujang!" Mbak Leni menyeruak teman-temannya, kemudian memberikan bungkusan dan kardus yang tadi sempat dilemparnya. "Ini! Katanya buat lo! Gue bukain, ya!"
"Oh, yang tadi kita juga dapet? Itu dari cowoknya Prisa?" timpal yang lain.
"Bukan cowok aku!" sangkal Prisa sambil memperhatikan Mbak Leni yang membuka bungkusan kardus. "Kan, kalian udah pernah ketemu sama pacarku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Copycat [END]
RomanceGimana rasanya kalau ada orang yang ngikutin gaya kita? Dari fashion, potongan rambut, sampai gaya bicara, diikuti juga! Kesal, nggak, sih? Itulah yang dialami Prisa. Kebaikannya membantu Gista, rekan kerjanya malah jadi bumerang buat dia. Gista men...