Hujan semakin deras, Ayana semakin menaikkan volume musik yang dia dengar sampai full. Telinganya penuh hanya dengan suara musik itu saja, lagu dari Mahen dengan judul 'Luka Dalam Rindu' itu membuat Ayana bergumam kecil bersenandung mengikuti alur lagu.
Sementara itu jari-jari Ayana sibuk memainkan games dengan lincah, selama jalan di koridor cewek itu anteng main games aja sampai tak sadar dia sudah sampai di ujung lorong utama.
Lengan Ayana ditarik tiba-tiba membuat cewek itu menoleh, matanya melihat wajah kesal Nandar yang menatapnya. Cepat-cepat Ayana menarik tangannya dari Nandar lalu melangkah lagi lanjut jalan, tapi lagi Nandar menariknya.
"Apaan sih?!" pekik Ayana galak, Nandar berdecak lalu ditariknya satu kabel headset yang Ayana pakai. Suara deras hujan langsung masuk ke telinga kanan Ayana.
"Emangnya kena hujan mau?" tanya Nandar agak keras karena mungkin saja Ayana gak akan terlalu mendengarkan gara-gara hujan deras ini, Ayana menoleh sebentar ke depan untuk melihat air hujan yang turun cepat itu berjarak tak jauh dari dirinya berdiri. Cipratannya sesekali mengenai kaki Ayana membuatnya jadi melangkah mundur perlahan, melihat itu Nandar kembali menarik Ayana mendekat dan kali ini Ayana tak menolak.
"Gue nggak suka hujan," ucap Ayana tiba-tiba secara tak sadar, Nandar mendengarnya jelas.
"Apanya yang bikin nggak suka?" tanya Nandar membuat Ayana melebarkan matanya kaget sendiri, cewek itu menoleh menatap diam Nandar yang sedang menunggu jawabannya.
Tiba-tiba suara menggelegar petir terdengar membuat Ayana menjerit menutup wajah dengan kedua tangannya, bahkan hapenya sampai jatuh dan kini satu headset lainnya ikut terlepas dari telinga kirinya karena tarikan hapenya itu.
Nandar jadi reflek memeluk Ayana, mengusap rambutnya panik karena terlalu mendadak lihat Ayana ketakutan begitu.
"Nggak suka soalnya tiap ada hujan pasti bakal ada petir!" pekik Ayana dalam pelukan Nandar, dia menjawab dengan nada yang sedikit bergetar. Nandar semakin mengeratkan dekapannya mengusap terus rambut Ayana.
"Jangan takut, ada Nandar kok." ucap Nandar membisik ke telinga Ayana, cewek itu mengangguk cepat. Perlahan jari-jarinya meraih kemeja seragam Nandar dan menggenggamnya kuat, matanya terpejam dan hatinya merapalkan doa-doa. Bahkan doa tidur aja dia bacakan saking takutnya dan tak karuan.
Suara gemuruh petir kembali terdengar menyambar di langit, suara deras hujan ikut mendukung untuk menakuti Ayana yang semakin erat berpegangan ke seragam Nandar dan perlahan bergetar.
Pantas saja Ayana pakai headset, agar kalau tiba-tiba petir muncul Ayana tak akan dengar. Atau setidaknya terdengar samar.
Ada niatan buat Nandar untuk mengambil hape dan headset Ayana yang tergeletak di antara kakinya bersama kaki Ayana, tapi susah karena Ayana terlalu kuat berpegangan. Belum lagi petir terus saling menyahut seperti Tifha dan Gisel kalau Nandar lihat sedang bergosip, gak berhenti dan meledak-ledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nandar: Kakak Kelas Kesayangan
Fanfiction[completed] "Kak Ay, dewasa bukan diukur dari dia umur berapa aja, walau beda satu tahun, memangnya Kak Ay bisa menjamin Nandar itu slalu berpikir tentang hal-hal sepele seperti belajar dan main doang? Yuk, pacaran, cobain satu hari aja, pasti ketag...