Hai!
Apa kabar semuanya?
Semoga senantiasa dalam lindungan Tuhan yang kuasa😇Seperti biasanya, karena ini adalah karya pertama kami, jadi kami sangat mengapresiasi siapapun yang bisa memberikan pendapat dan masukannya.
Untuk cerita di part ini, kami akan menegaskan sekali lagi bahwa cerita ini murni buatan kami sendiri, jadi jika ada kesamaan dalam penulisan nama tokoh, tempat, atau apapun. Semua hanya semata-mata ingin menghibur para pembaca tanpa menyangkutpautkan pihak manapun.
Sebelumnya kami minta maaf atas kesalahan kata atau apapun yang kami cantumkan🙏
Jika masih ada bagian yang kurang bisa dipahami, silahkan tanyakan saja dikolom komentar yaa...😊
Terima kasih atas apresiasi para pembaca yang membaca, we really appreciate it😆🙏
Jangan lupa vote dan comment nya yaaa😆
~Enjoy the story~
O(≧▽≦)O*****
Aku berjalan dengan pasti meninggalkan kantor dosen setelah Helena cantik tadi memaki-maki atas keterlambatanku didepan dosen-dosen lainnya. Kurasa ia memang sengaja ingin menghancurkan reputasiku di kampus ini.
Aku bersumpah bahwa aku tak akan pernah mengambil kelasnya lagi ditahun berikutnya, tak peduli walaupun ia akan memberiku nilai 'A' sekalipun. Dia terlalu menyebalkan untuk ukuran dosen filosofi.
Aku terus merutuki dosen satu itu di setiap langkahku. Hingga tanpa kusadari seseorang menarik tanganku hingga membuatku terkejut setengah mati.
"kak Evan!" kejutku menatap manik matanya.
Pria berjakun ini hanya terkekeh riang menatap wajahku yang sepertinya menampakkan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan.
"sumpah, kak Evan bikin kaget tau!!" omelku memukul lengan kekarnya pelan.
"gue udah panggil lo dari tadi sampek nih pita suara mau lepas," godanya.
"lebay lo!!"
Aku bersumpah kini melihat sebuah senyuman jahil yang terpampang nyata diantara bibir seniorku satu ini, "mau ngapain lo?" tanyaku curiga.
"sensi amat dah!" balasnya.
Kutatap seniorku ini dengan tatapan intimidasi. Hari ini cukup menyebalkan bagiku, dan pria ini justru ingin memancing emosiku sekali lagi.
Aku bersumpah Helena cantik tadi sedang menggerutu sembari mencoretkan pena merah diatas kertas ujianku. 30 atau 50 point yang harus aku relakan hanya karena membantu seseorang menyalahkan lampu.
Apa peduliku? Tentu saja aku peduli, bisa-bisa beasiswaku dicabut ditahun depan jika Helena memberikan minus sebanyak itu. Astaga, aku benar-benar frustasi dibuatnya.
"Oy!!" Evan menggoyangkan tubuhku pelan.
"ada masalah apa lo sampek ngelamun kayak gitu?" tambahnya.
Kuhela napasku pelan, hingga dengan pikir panjang aku mengatakan, "jangan bahas itu!"
"Nanti sore kita akan mengadakan rapat media, The OxStu memiliki anggota baru, dan lo harus jadi pembinanya," pointnya pada akhirnya.
"whattt?? Kenapa gue? Kenapa bukan lo? Kan lo ketua!!" kejutku memakinya.
"gue harus nyiapin sesuatu untuk sidang terakhir gue di akhir tahun ini, gue akan lulus tahun depan. Beberapa hari lagi gue akan serahkan The OxStu pada Leo, dan lo sebagai ketua di bagian jurnalistik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Für Elise
Romance[Tolong follow akunku dulu ya sebelum baca, terima kasih] ***** 3 tahun berlalu sejak kejadian luar biasa itu terjadi, aku bahkan masih mengingat betul saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah sosok gagah yang dengan lembutnya memainkan lagu...