Für Elise || 29

18 14 14
                                    

Aku mencoba membuka mataku dengan berat, tidurku malam tadi benar-benar sangat nyenyak setelah beberapa waktu ini aku sedikit kesulitan tidur. Rigel bilang bahwa pagi ini kami akan kembali ke Oxford, jadi aku harus bersiap2 lebih awal. Yaa walaupun barang-barangku masih tertinggal di Bali karena kepergian tak terencanaku dan Raymond saat itu. Tapi Raymond memintaku untuk tak perlu khawatirkan hal itu, ia juga mengatakan bahwa paman dan bibinya yang berada di Bali akan membantuku berkemas dan segera mengirimkan semua barang-barang itu ke asramaku di Oxford. Bahkan Raymond sudah mengabari Freya untuk menerima barang itu dan Freya terdengar begitu bahagia. Namun hal lain yang membuatku juga bahagia adalah saat Ray mengatakan bahwa Freya dan Leo telah mengumumkan hubungan mereka, astaga, sepertinya aku harus meminta traktiran makan malam sesampainya di Oxford.

"Serra, lo udah bangun?" sebuah suara dibalik pintu putih kamar ini.

"ah, ya, masuk Gel!" pintahku yang membuat pria tampan itu memutar knop pintunya dan memasuki kamar ini.

"ada yang mau lo omongin?" tanyaku.

"tolong jaga chord itu, dan jangan biarkan siapapun mengetahuinya.

"lo bisa percayakan hal ini pada gue"

"okay, thanks Ra"

"Gel, apa bisa kita ga secanggung ini? Maksud gue sejak apa yang gue ungkapkan pada lo kemarin, kita seperti orang asing"

Rigel tersenyum lirih mendengarnya, lantas ia berkata. "gue minta maaf, lo akan tetap menjadi sahabat terbaik gue"

Seketika tubuhku membeku saat pria ini tiba-tiba memlukku. Pelukannya bahkan terasa berbeda dari pelukan-pelukannya yang sebelumnya. Pelukan ini terasa asing dan dingin. Namun, aku akan tetap membalas pelukan ini, membalasnya dengan pelukan sama seperti yang sebelumnya, hingga perasaan hangat itu kembali muncul diantara kami. Bukan perasaan yang seperti dipikirkan banyak orang, melainkan sebuah perasaan beruntung karena kami memiliki satu sama lain untuk berbagi suka dan duka.

"Ra please!" gumam Rigel dalam pelukannya.

"gue tau ada hati yang harus lo jaga, begitu pun gue. Tapi ga ada salahnya jika gue juga merasakan kehangatan dari sahabat gue sendiri, lo udah seperti orang asing dimata gue saat ini, dan gue ga mau kita seperti ini Gel"

"okay, lo tetap jadi sahabat terbaik gue," dan pelukan hangat Rigel ini kembali menaungiku. Inilah sosok Rigel yang kukenal selama ini.

"tunggu!"sesuatu membuatku melepas pelukan ini secara tiba-tiba.

"kenapa Ra?"

"Ray udah bangun?"

"ah gue ga tau, tapi Ray adalah orang yang disiplin, dia pasti sudah bangun dan bersiap-siap. Lo sendiri kenapa belum bersiap-siap?"

"ah, gue baru bangun," ungkapku jujur.

"I see, cepat bersiap-siap"

"tunggu, sebelum itu, gue mau bicara pada Ray sebentar, tidak akan makan waktu lama gue janji"

"kenapa lo minta ijin ke gue?"

"hah?" ucapku bingung.

"itu hak lo mau nemuin dia atau ga, kenapa masih tanya gue?" Ucap Rigel sembari mengacak rambutku gemas.

Sementara itu, aku hanya tersenyum dan menatap mata penuh binarnya pagi ini.

"thanks Gel"

"ayolah, jangan seperti ini. Lo membuat gue seperti orang bersalah jika berterima kasih sekali lagi. Cepat temui Ray, bersiap-siap, dan lekas turun untuk sarapan. Dan jangan lupa untuk memakai baju tebal, di luar sudah mulai dingin"

Für EliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang