Kami terkejut setengah mati saat mendapati suara pintu yang terbuka dan menampakkan sosok Raymond yang tengah berdiri disana. Astaga, apa kami barusaja tertangkap basah melakukan hal yang intens disini? Sementara Raymond, ia menatap kami bergantian dengan tatapan yang sulit diprediksi. Dan sosok ini, Rigel justru menatap Raymond dengan tatapan datar seperti biasa.
Kegilaan apa lagi yang lo ciptakan Rigel!!
Aku seolah ingin berteriak sekencang-kencangnya atas apa yang terjadi hari ini. Kacaunya lagi, aku mendapati Evan yang kini berdiri dibelakang Raymond dengan wajah memerah. Pria itu pasti sangat murka akan apa yang ia lihat barusan.
"RIGEL EUGINO GERALD!" bentaknya.
"kak Evan, ini ga seperti yang lo bayangkan," aku berusaha menengahi.
"DIEM RA! INI URUSAN GUE DENGAN BAJINGAN ITU"
Evan segera berjalan mendekati Rigel dan memukul wajahnya hingga membuat pria itu tersungkur diatas lantai dingin ruangan ini.
"GUE SUDAH PERINGATKAN PADA LO UNTUK TAK MENDEKATI SERRA LAGI"
Kali ini Evan menarik selimut yang menutupi wajah Rigel hingga menampakkan wajah tampan itu dengan bekas lebam dan cairan merah segar yang mengalir diujung bibirnya.
"KAK EVAN CUKUP!" teriakku.
Sementara Rymond segera menggapai tubuh Evan dan mendorongnya kesisi yang lain.
"mau apa lo? Lo mau membela adik lo yang brengsek ini?" sergah Evan lirih pada Raymond.
"gue ga membela siapapun disini, gue sebagai seorang dokter hanya mohon kepada kalian untuk tidak menciptakan keributan di rumah sakit ini. Jadi kalian berdua silahkan keluar dari sini," ujar Raymond menengahi.
"pakai baju lo dan pergi Rigel. Lo juga Van, jangan main hakim sendiri. Lebih baik lo keluar sekarang juga!!" tambah Raymond yang langsung disahuti decakan Evan sebelum pergi meninggalkan ruangan ini.
Sebagaimana dengan Evan, Rigel pun segera malakukan apa yang Raymond perintahkan tanpa banyak komentar. Dan disinilah aku berada, di situasi tenang bersama pria yang kini memeriksa kondisiku dengan sangat teliti.
"thanks ya Ray," gumamku.
"gue hanya ga mau lo makin sakit dengan keberadaan mereka"
Aku mengangguk pelan menyetujui ucapannya. Pria tampan ini lantas duduk dibangsalku sembari menatapku lekat.
"bagaimana keadaan lo?" tanya Raymond menatapku lekat.
"much better"
"syukurlah"
"uhm Ray, boleh gue tanya sesuatu?"
Pria dihadapanku ini hanya manggut-manggut mengiyakan apa yang barusaja kuucapkan padanya.
"sejauh apa Rigel mencintai Athena?" pertanyaanku muncul begitu saja melewati kerongkonganku.
Pria ini memincingkan mata menyelidik sembari menatapku lekat.
"lo udah bertemu Athena?" tanyanya.
Aku mengangguk membenarkan ucapan sosoknya. Ia bahkan sempat menghela napas dalam sebelum menggapai tanganku dan menggenggamnya lembut.
"seperti apa perasaan lo pada cinta pertama lo?"
Aku mengangkat sebelah alisku saat mendapati pertanyaan aneh yang Raymond lontarkan barusan. Namun, alih-alih aku berkomentar dengan pertanyaan itu, aku justru dengan senang hati memikirkan jawabannya. Bahkan memikirkan hal itu mampu membuat pikiranku diselubungi bayangan wajah Evan saat ini. Andai saja saat itu aku tak terlambat datang menyusulnya di Oxford, kini mungkin aku akan berada di posisi Stella.

KAMU SEDANG MEMBACA
Für Elise
Romantizm[Tolong follow akunku dulu ya sebelum baca, terima kasih] ***** 3 tahun berlalu sejak kejadian luar biasa itu terjadi, aku bahkan masih mengingat betul saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah sosok gagah yang dengan lembutnya memainkan lagu...