Kubuka mataku perlahan, tercium samar bau obat ini memenuhi indra penciumanku. Tentu saja itu karena pagi ini aku terbangun dirumah sakit. Cahaya matahari bahkan telah menembus remang-gemang gorden putih yang masih tertutup rapat. Hal itu membuatku beranjak dan membukanya lebar, membiarkan cahaya matahari hangat ini menerangi ruangan yang dari awal memang sudah terang. Tapi tunggu, dimana Rigel? Pria itu menghilang dari tempatnya sejak pagi ini.
"gue minta maaf Ra," suara sosoknya yang keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sudah lebih segar dari sebelumnya.
"kenapa lo minta maaf ke gue?"
"gara-gara gue, kita jadi berakhir disini. Dan lo ga bisa menikmati malam di London Eye"
"lain kali jangan terlalu memaksakan diri. Jika lo memang tak bisa hidup dalam kegelapan, gue ga masalah kok. Tentang phobia lo, kita bisa tanagani ini pelan-pelan, okay?"
"thanks Ra"
Aku tersenyum mendengar pernyataan itu, singkat cerita hal ini terjadi karena semalam Rigel yang berusaha mengajakku pergi menaiki London Eye di musim gugur ini dikala matahari sudah hampir terbenam. Rigel memang terlalu memaksakan dirinya untuk membuatku kembali tersenyum alih-alih memikirkan perginya Ray. Tapi saat kami mulai berada di antrian terdepan matahari benar-benar tak terlihat lagi, hanya gelapnya langit malam dan cahaya lampu yang berkelipan saat itu. Dan itu menyiksa Rigel, seketika wajahnya menjadi pucat dan tubuhnya bergetar hebat, aku sempat mengajaknya kembali atau sekedar menginap di salah satu hotel. Tapi dia tak mau dan menjadikan kami berakhir di tempat ini. Sebenarnya aku tak terlalu menyalahkannya alih-alih dia hanya berusaha menenangkan pikiranku.
"dokter sudah memperbolehkanku untuk pulang hari ini," ujar Rigel sembari membenarkan jaketnya dan bersiap pulang.
Kuanggukkan kepalaku pelan dan mulai bersiap-siap. Singkatnya, kami mulai berjalan keluar dari rumah sakit saat segerombolan orang mengepung kami. Jujur, aku benar-benar bingung saat ini, salah satu pria bertubuh kekar diantara mereka berjalan mendekati kami. Astaga, apa yang terjadi?
"Mr. Rigel Eugino Gerald?" pria itu bertanya.
"yes, it's me," jawab Rigel tenang.
Kudapati beberapa orang yang berlalu-lalang menatap kami dengan perasaan bingung dan bertanya-tanya. Kekacauan apa yang sedang terjadi saat ini?
"We're from the Italian intelligence service (kami dari badan intelijen italia)" pria itu menunjukkan ID card yang dibawanya.
"We have your arrest warrant for your cooperation in the illegal shipping company contract with your father who is a big mafia on the island of Sicily, (Kami memiliki surat perintah penangkapan Anda atas kerja sama Anda dalam kontrak perusahaan pelayaran ilegal dengan ayah Anda yang merupakan mafia besar di pulau Sisilia)" tambahnya.
What?!!
"wait! I think you guys caught the wrong person, (tunggu! Saya pikir kalian menangkap orang yang salah)" sahutku spontan.
"Miss Valencia Serra Ryu, you have nothing to do with this problem (Miss valencia Serra Ryu, Nda tak ada hubungannya dengan masalah ini)"
"I was always by Rigel's side, and he didn't do anything with the company (Saya selalu berada di sisi Rigel, dan dia tidak melakukan apa pun dengan perusahaan)"
"unfortunately, we have found Mr Rigel's signature and name listed in that negotiation history (sayangnya, kami telah menemukan tanda tangan dan nama Tuan Rigel tercantum dalam riwayat negosiasi itu)"
"are you kidding me, that's not true," omelku mulai emosi.
"Gel, lo kenapa diem aja sih? Bilang ke mereka kalau semua itu salah!!" kali ini aku lemparkan emosi itu pada Rigel yang hanya terdiam disampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Für Elise
Romance[Tolong follow akunku dulu ya sebelum baca, terima kasih] ***** 3 tahun berlalu sejak kejadian luar biasa itu terjadi, aku bahkan masih mengingat betul saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah sosok gagah yang dengan lembutnya memainkan lagu...