Für Elise || 4

105 17 12
                                    

Hai!

Apa kabar para pembaca sekalian?

Semoga senantiasa dalam lindungan Tuhan😇

Karena ini adalah karya pertama kami, maka sekali lagi, kami sangat mengapresiasi siapapun yang bisa memberikan pendapat dan masukannya😊

kami sangat meminta maaf atas segala kekurangan dan salah yang telah kami perbuat, baik dalam alur cerita, salah kata, ataupun yang lainnya🙏

Jika ada bacaan yang masih belum bisa dipahami atau kurang jelas, silahkan tanyakan saja di kolom komentar😊

Terima kasih atas apresiasinya😄🙏

Jangan lupa vote dan comment nya yaa😆🙏

~Enjoy the story~

(σ≧▽≦)σ

*****

Pekan dimusim panas yang menyebalkan, aku terpaksa bangun dari tempat tidurku disaat jam menunjukkan pukul 6.00 am waktu setempat. Kubuka balkon asramaku, kubiarkan udara dingin pagi ini menyapu halus wajahku. Suasana masih temaram, tentu saja karena dimusim panas ini matahari baru terbit pada pukul 5.51 am waktu setempat di Inggris.

"tutup balkonnya!" perintah sahabatku Freya setengah sadar.

"ups, sorry."

Segera kututup balkon ini atas perintahnya. Kupikir gadis itu akan kembali tidur dan menikmati pekannya, namun ia lebih memilih untuk duduk dan mengucek mata sembapnya lantas menatapku intens.

"maaf udah bikin lo kebangun," ucapku bersalah.

Kupikir gadis itu akan marah dan memaki-makiku seperti biasanya, namun ia justru tersenyum simpul menatapku.

"duduk lo Ra, gue mau jelasin sesuatu."

Kupincingkan mataku menatap sosoknya yang aneh dipagi ini, apa ia bergadang tadi malam untuk menyelesaikan games terakhirnya?

"ga perlu menduga-duga hal yang tak bisa lo duga," sergahnya membuatku menurut.

"ini tentang cowok itu, siapa namanya? Ah iya, Rigel Eugino Gerald. Ada banyak berita yang gue dapat di jurusan psikologi tentangnya," tambahnya riang.

"bagaimana bisa?"

"ya ampun Serra, lo lugu banget sih. Berita apa yang ga mampu gue lewatkan di dunia ini?"

Aku mendengus kesal menatapnya, gadis ini sepertinya memang bermain games semalaman. Kuputar bola mataku sebal saat tiba-tiba sebuah bantal melayang tepat diwajahku.

"DENGERIN GUE, DAN NO COMMENT," omel Freya membuatku menunduk lesu.

"Raymond Eugino Gerald, kakak laki-laki dari Rigel Eugino Gerald yang sekarang merupakan senior gue di jurusan psikologi. Gue dapat berita ini dari sumber terpercaya, bukan berita angin seperti yang lo pikirkan," tambahnya.

Aku memincingkan mata meneliti wajah sahabatku ini. Sepertinya tak ada salahnya aku mendengarnya, setidaknya untuk memahami sifat Rigel dan menghadapinya secara perlahan. Demi The OxStu dan beasiswa tahun depan, apapun berani kulakukan.

"Raymond mengatakan bahwa mereka tinggal di Italia sejak kecil, tapi ibu mereka adalah orang Indonesia. Sejak kecil Raymond menolak meneruskan bisnis keluarga di perusahaan IBM, itulah mengapa perusahaan pusatnya yang di Amerika harus diserahkan pada adik dari ayahnya. Ibu mereka merasa tidak rela akan hal tersebut dan mempertahankan salah satu anak cabang terbesar IBM di London. Ia juga mendidik Rigel dengan sangat keras untuk menjadi penerusnya untuk merebut kembali hak mereka yang diambil adik dari ayahnya. Selama ini Rigel selalu menolak karena dia ingin menjadi seniman, tapi tekanan dari ibunya membuatnya harus menurut apapun yang terjadi. Saat kecil, ayahnya berulang kali mengancamnya untuk mempertahankan perusahaan itu, sedangkan kakaknya, ayahnya sudah menariknya untuk meneruskan bisnis pribadi keluarga kecil mereka. Karena depresi akan tekanan dan ancaman keluarganya, Rigel lebih memilih untuk tinggal sendirian disaat ibunya telah menyiapkan rumah untuknya dan Raymond di London. Dan untuk nama tengahnya, Eugino adalah nama ayah mereka yang sangat dibenci oleh Rigel. Namun marga Gerald, dia tak bisa lepas dari itu."

Für EliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang