Für Elise || 10

76 15 22
                                    

Hai!

Apa kabar para pembaca sekalian?
Semoga senantiasa dalam lindungan Tuhan😇

Karena ini adalah karya pertama kami, maka sekali lagi, kami sangat mengapresiasi siapapun yang bisa memberikan pendapat dan masukannya😊

kami sangat meminta maaf atas segala kekurangan dan salah yang telah kami perbuat, baik dalam alur cerita, salah kata, ataupun yang lainnya🙏

Jika ada bacaan yang masih belum bisa dipahami atau kurang jelas, silahkan tanyakan saja di kolom komentar😊

Terima kasih atas apresiasinya😄🙏

Jangan lupa vote dan comment nya yaa😆🙏

~Enjoy the story~

(⌒o⌒)

*****

Suasana makin mencekam saat mendapati pria misterius ini menggenggam lenganku erat saat kami duduk dikursi penumpang dari mobil BMW hitam mewah ini.

Sementara itu, Raymond yang fokus pada kemudinya sesekali menatap kami berdua dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan.

Beberapa kali kucoba melepas genggaman sosok ini, tapi hasilnya nihil. Alih-alih melepasnya ia justru bergumam dingin tepat ditelingaku.

"jika lo berusaha melepas gandengan ini lagi, gue akan berbuat hal paling gila yang akan lo sesali."

Aku tak bergeming membalasnya. Pikiranku mulai dipenuhi perasaan kaku saat menyadari kesunyian didalam mobil ini, bahkan walaupun jendela ini telah kubuka lebar dan membiarkan angin dinginnya masuk untuk menerobos kulitku, suasana disini tetaplah sesak. Seolah ada sebuah tangan bayangan yang mencekik leherku dengan keras.

"situasi macam apa ini," batinku bingung.

Kutatap pria tampan ini satu persatu, masih ada tatapan dingin yang sama dengan sebelumnya.

"astaga, bisakah kalian bersikap lebih dewasa sedikit saja?" ucapku membuka pembicaraan.

Tak satupun dari mereka membalas ucapanku.

"apa kalian berdua bisu? Kenapa sekarang tak ada satupun yang bicara?" geramku.

"Rigel yang memulai," balas Raymond yang membuat Rigel menatapnya dengan tatapan yang lebih mencekam.

"apa orang tua lo tak pernah mengajari untuk berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara?" sahut Rigel dingin.

"mereka juga orang tua lo Rigel."

Rigel terkekeh lirih sebelum berkata, "gue bahkan tak pernah merasa memiliki orang tua yang gila dengan jabatan seperti mereka."

"siapapun mereka, mereka tetap orang tua lo Rigel."

"gue lebih bangga jika orang-orang berpikir bahwa gue dibesarkan di panti asuhan tanpa orang tua daripada harus disanjung karena merupakan putra dari keluarga terhormat pria sialan itu."

"siapa yang lo sebut pria sialan itu?"

"tentu saja pria yang amat menyayangi lo, tuan besar Eugino Fergusso Gerald."

"CUKUP!!" aku berteriak geram menghentikan perdebatan ini.

"GUE HANYA INGIN KALIAN BERDAMAI SATU SAMA LAIN, BUKAN MALAH BERDEBAT SEPERTI INI," tambahku.

Für EliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang