Hai!
Apa kabar para pembaca sekalian?
Semoga senantiasa dalam lindungan Tuhan😇Karena ini adalah karya pertama kami, maka sekali lagi, kami sangat mengapresiasi siapapun yang bisa memberikan pendapat dan masukannya😊
kami sangat meminta maaf atas segala kekurangan dan salah yang telah kami perbuat, baik dalam alur cerita, salah kata, ataupun yang lainnya🙏
Jika ada bacaan yang masih belum bisa dipahami atau kurang jelas, silahkan tanyakan saja di kolom komentar😊
Terima kasih atas apresiasinya😄🙏
Jangan lupa vote dan comment nya yaa😆🙏
~Enjoy the story~
(⌒o⌒)
*****
Kami terdiam terpaku saat Evan tiba-tiba memasuki ruangan ini. Evan benar-benar masuk disaat yang tidak tepat.
Batinku tak selesai mengucap doa agar pria ini tak berasumsi yang aneh-aneh saat melihat Rigel yang tadi mendekapku dengan nyamannya ketika aku melahap berbagai menu sarapan di atas meja ini.
Dan kini, pria itu menatap kami dingin seolah kami telah ketahuan kawin lari.
Sementara itu, kekasihnya, Stella, tengah berdiri di sampingnya sembari menatap kami berdua dengan ekspresi bingung.
Jujur, aku sangat membenci suasana mencekam ini. Tapi, lagi-lagi ketika ku menatap Rigel yang berada disampingku, alih-alih ia mengeluarkan kata-kata untuk membela kami berdua, ia justru menatap Evan dengan datarnya.
"kak, dengerin gue, gue ga bermaksud..."
Evan dengan cepat mengangkat tangannya seolah menghentikan belaan atas perbuatanku.
"Rigel Eu.... Bukan! Rigel Gerald, apa lo sadar apa yang lo perbuat?" ucap Evan menatap Rigel murka.
Sementara itu, si oknum yng bersangkutan hanya bergumam tanpa mengatakan sepatah kata pun.
"APA LO YAKIN?" bentaknya.
"kak, Rigel tuh masih sakit, bisa ga sih lo..."
"DIEM RA, INI URUSAN GUE DENGAN RIGEL."
Evan masih menatap Rigel dengan murkanya. Sementara pria ini, astaga, ia hanya membalas tatapan Evan dengan tatapan tenang yang sulit dijelaskan.
"apa ada masalah?" Rigel mulai angkat bicara.
"ASTAGA RIGEL GERALD!!" teriak Evan yang membuatku tersontak mendengarnya.
"lo terlalu sempurna untuk cewek gila kayak Serra ini," tambah Evan yang membuatku menatapnya tajam.
"LO BILANG APA? EVAN FERDINAND MAHARDIKA!!" teriakku beranjak spontan.
"ya lo lihat aja si Rigel, cakep iya, pinter iya, kreatif iya, serba serbi pokoknya. Lah lo??"
Aku segera berjalan mendekati Evan dan memukul lengannya berkali-kali karena geram, hingga ia mengatakan kata "aduh" untuk berulang kali. Pria ini benar-benar kelewat jahil. Hampir aja jantungku melompat karena ulahnya yang tiba-tiba berteriak kepada Rigel.
Walaupun aku tau bahwa ini bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan keisengan Raymond yang diceritakannya kemarin. Tapi tetap saja, pria ini adalah orang yang paling membuatku geram dan emosi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Für Elise
Roman d'amour[Tolong follow akunku dulu ya sebelum baca, terima kasih] ***** 3 tahun berlalu sejak kejadian luar biasa itu terjadi, aku bahkan masih mengingat betul saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah sosok gagah yang dengan lembutnya memainkan lagu...