Suara denting piano mengejutkan kami berdua, suara itu berasal dari luar. Kutatap Raymond yang kini juga menatapku dengan tatapan bingung yang sama denganku.
Ada sedikit rasa lega saat instrumen itu terdengar, karena aku telah terbebas dari tatapan yang tak mampu dinalar milik Raymond setelah beberapa detik. Kuusap pipiku yang tadinya basah karena air mata anehku.
Namun satu hal lagi yang membuat jantungku ingin melompat keluar dan mataku kembali memanas, bukan karena Raymond atau Rigel. Tapi karena melodi pianonya.
"Für Elise," gumam Raymond menyadari melodi itu.
Aku membeku ditempat tak menjawab. Rupanya Raymond memang memiliki naluri sepeka itu terhadapku.
"Rigel sudah pulang," ucapnya.
Lantas ia mulai mendekapku dan memapahku untuk berjalan keluar kamar. Bahkan kepala ini seakan ringan saat kudengar melodi itu lebih jelas lagi.
Dan benar saja. Pria tampan nan misterius itu duduk disana, dihadapan piano putih tua kesayangannya sembari memainkan melodi indah Ludwig Van Beethoven itu.
Namun, sebuah imajinasi mulai muncul dari mataku saat menatap Rigel, entah mengapa pandanganku melihat Athena tengah ada disana dan menari dengan indahnya mengikuti lantunan Für Elise yang Rigel mainkan.
Entah mengapa dadaku mulai sesak hingga aku tak mampu menahan tubuhku sendiri. Aku mulai terhuyung saat tangan kokoh Raymond dengan cekatan menahan tubuhku agar tidak tersungkur diatas lantai.
"lo gapapa Ra? Apa lo mau kembali ke kamar?" tanya Raymond khawatir.
Aku segera menggeleng cepat menangkis segala argumennya, "gue gapapa Ray."
"Serra," panggil Rigel beranjak mendekatiku.
Aku tetap terpaku ditempat saat tangan kokoh Rigel membopong tubuhku dan berjalan menjauhi Raymond.
"apa yang lo lakukan?" tanyaku kesal.
"sssttt...."
Rigel segera mendudukkanku di kursi panjang piano dan ia duduk tepat disampingku. Tangan hangatnya perlahan mengusap lembut kepalaku dan menyandarkannya di bahu kokohnya, sementara ia kembali meneruskan permainan Für Elise nya yang membuatku tanpa sadar meneteskan satu per satu bulir mata yang tak pernah kutahu alasannya.
"lo suka Für Elise?" gumamku bertanya.
Alih-alih menjawabnya, pria itu justru bergumam sebagai bentuk singkat jawanannya,"hm."
"kenapa?"
Rigel menghentikan permainannya dan mendekap tubuhku untuk menghadapnya, ia menatap mataku lekat. Ada hal yang tak mampu kujelaskan dalam tatapan itu.
"karena Beethoven menyatakan perasaannya melalui melodi ini dan menjadikannya lagu paling romantis pada jamannya. Karena itu gue ingin mengungkapkan perasaan gue melalui melodi ini."
Aku terpaku menatap mata coklatnya, air mata ini kembali jatuh dari pelupuk mataku dan membasahi pipiku.
"kenapa lo nangis?" tanya Rigel khawatir.
"kepada siapa lo akan memainkan melodi itu untuk mengungkap perasaan lo?" aku memastikan.
"kepada Constanze yang pantas menerimanya"
"tapi melodi itu untuk Therese Malfatti," gumamku tak kuasa menahan air mata.
"nyatanya, gue ga ingin memberikannya pada Therese Malfatti yang meninggalkan Beethoven. Jadi, gue akan menjadi Mozart yang memainkannya untuk Constanze"
![](https://img.wattpad.com/cover/281637340-288-k230315.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Für Elise
Romansa[Tolong follow akunku dulu ya sebelum baca, terima kasih] ***** 3 tahun berlalu sejak kejadian luar biasa itu terjadi, aku bahkan masih mengingat betul saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah sosok gagah yang dengan lembutnya memainkan lagu...