[Tolong follow akunku dulu ya sebelum baca, terima kasih]
*****
3 tahun berlalu sejak kejadian luar biasa itu terjadi, aku bahkan masih mengingat betul saat pertama kali bertemu dengannya. Dia adalah sosok gagah yang dengan lembutnya memainkan lagu...
Amsterdam tampak begitu indah sore ini dengan kilauan cahaya matahari yang melewati dedaunan kuning yang mulai berguguran. Raymond memutuskan untuk kembali ke Amsterdam dan akan pulang ke London 2 hari lagi. Sementara itu, Athena yang memiliki urusan lain harus kembali ke London sekarang juga. Disinilah kini aku berada, disebuah mobil mewah milik Rolland bersama dengan orang yang sangat kutunggu kehadirannya. Raymond bilang dia telah menyewa seorang sopir untuk kembali ke Amsterdam karena dia merasa sangat lelah. Aku tak masalah dengan semua itu, asalkan bersamanya, semuanya sudah tersa sangat sempurna.
"gue masih ga percaya dengan apa yang terjadi di hari ini," gumam Raymond yang hanya menatapku dengan tatapan aneh.
"lo ngapain natap gue kek gitu?" tanyaku heran.
"lo cantik"
"Ray," panggilku memukul lengannya gemas.
Dan tawa kami mulai menggema. Jika kuakui, hari ini Ray tampak begitu tampan dengan jas putih yang dipakainya. Disepanjang perjalanan, pria ini tak juga melepaskan tatapannya padaku. Entah apa yang dipikirkannya, tapi hal itu membuat jantungku seakan ingin melompat keluar karenannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"please, jangan tatap gue seperti itu atau gue akan kena serangan jantung sekarang juga," gumamku tanpa menatapnya.
Tapi alih-alih membalasnya seperti biasa, pria ini dengan cepat menarikku menuju kedalam dekapan hangatnya. Aku merindukan dekapan ini. Dekapan hangat dan nyaman yang Ray ciptakan.
"lo tau, saat lo demam dalam mobil gue dan lo berada di dalam dekapan Rigel, saat itu hati gue sakit banget. Hingga ingin sekali gue banting setir dan menyelesaikan hidup ini," ungkap Raymond lembut.
"lo mau bunuh gue?" tanyaku lirih.
"justru karena ada lo gue ga jadi banting setir"
"jadi kalau gue ga ada?"
"mungkin gue akan mati dengan Rigel"
"Ray, please jangan bilang gitu," omelku yang langsung memeluk tubuhnya erat.
"lo yakin dengan keputusan lo ini?" tanyanya serius.
"gue mohon untuk jangan bahas ini. Lo udah nipu gue dan gue butuh penjelasan lo," ungkapku apa adanya.
"nipu?"
"identitas lo saat nyelametin papa gue, dokter Rigel Eugino gerald?"
"astaga," keluh Raymond memukul pelipisnya.
"gue akan jelasin semuanya nanti"
"oke, setuju," jawabku riang sembari memeluk tubuh ini lebih erat lagi.
"I love you Ray," gumamku lembut.
"I love you more Ra," balas Ray yang juga membalas pelukanku.
Dan setelah itu, aku mulai terlelap dalam pelukan hangat ini. Entah bagaimana lagi aku harus mendeskripsikan kebahagiaan ini.