Für Elise || Epilogue

37 14 84
                                    

3 tahun kemudian.

"RIGEEEELLLLL!" teriakku yang membuatku langsung beranjak dari tempat tidurku.

Keringat dingin mulai membasahi dahi dan leherku. Pikiranku kosong dan badanku mulai bergetar hebat. Mimpi tadi? Aku benar-benar tak mampu mengatakan apapun lagi.

"Serra, lo kenapa?" tanya Freya yang duduk disampingku.

"gue mimpi buruk tentang Rigel Frey," gumamku.

"Ra, sudah, lupain Rigel. Kita saja gatau bagaimana keadaannya"

Aku mulai terisak lirih akan pernyataan Freya.

"gue bermimpi Rigel menjatuhkan diri menuju jurang yang sangat dalam. Dia telah mengejar mataharinya dan tersenyum menatap gue. Gue bahkan mendengar suara Raymond disana, tapi gue ga bisa menemukannya. Semuanya kacau Frey, gue ga yakin kalau Rigel baik-baik saja," isakku yang membuat Freya harus memelukku erat.

"sudah hubungi Raymond pagi ini?"

"kami melakukan panggilan video singkat, dia sangat sibuk sepertinya. Tapi dia masih sempat menjawab gue, dasar konyol"

"itu karena dia sangat menyayangi lo Ra"

"dengan kabur dari gue seperti ini? Dia lari lagi Frey, menghindari gue dan masih berpikir bahwa gue mncintai Rigel. dia masih ragu dengan perasaan gue padanya"

"lo bisa jamin itu? Rigel hilang dalam sebuah kecelakaan kapal beserta Athena dan siapapun masih belum bisa menemukan mereka berdua. Raymond bukan orang yang bodoh Ra. Dia tidak kabur ataupun lari lagi. Dia sedang menyelamatkan keluarganya"

"dengan melakukan perjalanan sukarela ke Afrika?"

"dia seorang dokter. Ga ada yang salah, apa yang dia lakukan semuanya karena dia menyukainya. Dia ga pernah lari dari tanggung jawabnya Ra, percaya pada gue"

Aku mengangguk pelan dan memeluk Freya kembali sebelum sebuah dering ponsel berhasil mengejutkan kami berdua.

"Raymond," ucap Freya saat melihat layar ponselku yang ada di nakas.

Kugapai ponsel itu dan mulai menjawab panggilan videonya.

"hei," sapaku riang.

"selamat malam untuk Eropa, dan untuk peri kecil cantikku," ucap Raymond yang membuatku tersenyum mendengarnya.

"kenapa vc lagi, kan tadi pagi udah"

"ga boleh? Aku kangen banget ama kamu Ra"

Aku terkekeh pelan mendengar ucapan itu, "boleh kok"

"Freya bilang kamu sakit, kenapa ga bilang aku?"

Kulirik Freya yang kini berada disampingku dengan tatapan tajam, sementara gadis ini, dia hanya tersenyum tanpa ada rasa bersalah saat membalas tatapanku.

"aku cuma demam kok," ungkapku.

"sudah pergi ke dokter?"

"ini cuma demam biasa ray, ga perlu khawatir"

"tetaap saja Ra, kamu ga boleh anggap spele itu. Sudah cek suhunya?"

"sudah, suhunya sudah turun setelah aku minum paracetamol yang kak Evan belikan"

"baguslah kalau begitu. Lain kali kalau ada apa-apa bilang aku. Jangan bikin orang khawatir, okay?"

"siap bos," balasku dengan cepat.

"btw, kamu gaa ngaapa-ngapain?" tambahku.

"sudah selesai semuanya, aku barusaja memberikan obat gizi pada beberapa anak disini. Melihat mereka membuatku sadar bahwa aku jauh lebih beruntung dari mereka"

Für EliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang