Für Elise || 11

65 17 15
                                    

Hai!

Apa kabar para pembaca sekalian?
Semoga senantiasa dalam lindungan Tuhan😇

Karena ini adalah karya pertama kami, maka sekali lagi, kami sangat mengapresiasi siapapun yang bisa memberikan pendapat dan masukannya😊

kami sangat meminta maaf atas segala kekurangan dan salah yang telah kami perbuat, baik dalam alur cerita, salah kata, ataupun yang lainnya🙏

Jika ada bacaan yang masih belum bisa dipahami atau kurang jelas, silahkan tanyakan saja di kolom komentar😊

Terima kasih atas apresiasinya😄🙏

Jangan lupa vote dan comment nya yaa😆🙏

~Enjoy the story~

(⌒o⌒)

*****


Aku mulai membuka perlahan mataku, kepalaku berdenyut keras sekali hingga membuat penglihatanku sedikit kabur. Kupincingkan mataku untuk memfokuskan penglihatanku sebelum aku segera beranjak dan melihat sekitar.

Sebuah handuk basah tiba-tiba terjatuh dipangkuanku. Kurabah wajahku yang basah entah karena air atau keringat. Yang pasti, aku sangat terkejut saat mendapati diriku berada di sebuah kamar mewah dengan jendela kaca besar yang mengarah pada pemandangan kota.

"sudah bangun," sebuah suara membuatku menoleh.

Kudapati Raymond tengah berjalan mendekatiku sembari membawa nampan yang berisikan bubur sayur hangat dan segelas air.

"gue dimana?" gumamku.

Pria itu tersenyum ramah sembari meletakkan nampan tersebut di atas nakas. Kemudian ia mulai menyentuh dahi dan pipiku untuk memastikan bahwa panasnya benar-benar turun.

"masih pusing?" tanyanya.

Aku mengangguk pelan sembari menjawab, "sedikit."

"makanlah sedikit dan minum obat."

Dengan penuh kelembutan Raymond mulai menyuapiku dengan bubur yang dibawanya, bahkan sesekali ia mencicipi bubur itu untuk memastikan itu tak terlalu panas untukku. Dan lagi-lagi hal itu membuat jantungku berdegup sangat kencang.

"lo ada di apartemen Rigel," ungkapnya pada akhirnya.

"apa? Bagaimana bisa?"

"lo ga sadarkan diri dalam pelukan Rigel saat dalam perjalanan pulang."

"tapi..."

"gue udah bilang Freya, dia akan kemari dalam waktu setengah jam," sela Raymond.

Aku terdiam tak menjawab, pria itu tetap menyuapiku dengan penuh kelembutan. Sesekali ia bahkan menyeka bibirku dengan sapu tangan yang dibawanya.

Astaga, manis sekali Tuhan. Batinku menjerit sekeras-kerasnya.

"dimana Rigel?" tanyaku saat menyadari pria dingin itu tak ada ditempat.

Pria ini kembali menyeka bibirku lembut sembari tersenyum, lantas mengatakan, "dia sedang ke kampus untuk nyerahin dokumen wawancara The OxStu kemarin dan ngijinin lo ke Profesor Helena. Dia bilang akan kembali dalam 1 jam an setelah menyalin beberapa tugas yang terlewatkan hari ini."

Für EliseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang