14. Tidak Ada yang Berpihak Kepadaku

350 37 20
                                    

Bagi Andrea, suasana rumahnya saat ini tidak damai seperti biasanya. Ada dinding es di antara ia dan Sang Ibu.

Setelah pertengkarannya dengan Dinda pada malam itu, seisi rumah telah mengetahui mengenai hubungnnya dengan Andre. Termasuk Sang Ibu, yang dari awal telah mewanti-wanti dirinya untuk tidak menjalin hubungan lagi dengan Andre.

Awalnya Andrea percaya bahwa seiring berjalannya waktu, Ibunya akan memahami bagaimana keinginannya. Namun, genap dua minggu dinding es di antara keduanya belum juga mencair. Padahal Andrea sudah berusaha untuk berbicara dari hati ke hati bersama Ibunya, tetapi Sang Ibu malah menghindarinya.

"Dimakan dulu, Yah. Nanti kalau selesai Ibu beresin. Ibu mau ke kamar dulu," ujar Ibu Andrea.

"Loh, Ibu kok nggak makan bareng sama kita?" tanya Sang Ayah.

"Ibu nggak nafsu makan. Nanti aja Ibu makan sendiri." Ibu Andrea melirik ke arah Andrea saat menjawab pertanyaan tersebut dengan nada ketus.

"Jangan gitu, Bu. Katanya kemarin nggak enak badan, perutnya juga kerasa sakit. Jangan telat makan lagi."

"Ibu nggak papa kok, kemarin udah minum obat buat ngilangin nyeri perut."

"Bu, jangan kebanyakan minum obat nyer—"

"Ibu ke kamar dulu, Yah."

Belum selesai Andrea merampungkan kalimatnya, Sang Ibu telah pergi meninggalkan ruang makan. Hati Andrea begitu teriris melihatnya.

Apakah kesalahannya terlalu besar sampai harus diperlakukan seperti ini oleh Ibunya sendiri.

Melihat air muka kesedihan dari wajah putrinya, Ayah Andrea mengelus puncak kepala putri kesayangannya tersebut.

"Kamu sabar dulu. Nanti biar Ayah coba ngomong sama Ibumu lagi. Dilanjutin dulu makannnya. Nanti biar makanan Ibu, Ayah bawain ke kamar aja," ujar Sang Ayah.

Andrea merasakan sedikit kekuatan setalah mendengar perkataan Sang Ayah.

"Ayah makan di kamar aja sama Ibu. Kasihan kalau Ibu sendirian. Ayah tahu sendiri, kan? Ibu nggak suka makan sendirian. Biar nanti Andrea makan di kamar aja sekalian nonton drama korea hehehe." Senyum penuh kepalsuan itu kembali bertengger pada bibir ranum milik Andrea.

Setelah melihat Ayahnya tersenyum dan mengangguk, Andrea kemudian segera meninggalkan meja makan menuju ke kamarnya dengan membawa sepiring makananya. Sebenarnya ia juga telah tak bernafsu untuk makan, hanya saja ia tak mau menambah kekhawatiran Ayahnya.

**************

Andrea baru saja sampai di rumahnya selepas bekerja seharian di kantornya. Saat memasuki rumahnya, entah mengapa Andrea merasakan suasana rumah yang terlalu sepi. Ia tak melihat Ayah dan Ibunya.

Sepi banget rumah? Apa pada pergi keluar ya? Tapi tadi mobilnya Ayah ada di depan. Nggak tahu, deh.

Andrea kembali melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan membersihkan diri. Setelah selesai dengan rutinitas sorenya itu, Andrea melangkah menuju dapur untuk mengambil minum. Namun langkah pelannya tiba-tiba berganti menjadi larian yang tergopoh-gopoh.

Mata Andrea mebelalak melihat Ibunya yang jatuh tersungkur di lantai sambil memegangi perutnya. Wajah sang ibu dan suara paraunya benar-benar menunjukan bahwa tubuhnya tengah kesakitan.

"AYAHHH"

"AYAHHHH CEPETAN KE DAPUR BANTU ANDREA BAWA IBU KE RUMAH SAKIT."

Dari arah belakang rumah Sang Ayah berlari kencang menghampiri Andrea. Raut wajahnya begitu terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya.

SEKAT [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang