10. Biar Saja Semua Bilang Aku Gila

445 49 21
                                    

Minggu pagi itu udara masih cukup dingin. Panas matahari belum begitu terik menerpa kulit. Andrea tengah duduk pada salah satu bangku taman sebuah kafe yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Air muka Andrea sulit untuk ditebak. Ada guratan kesal, ada goresan kesedihan, juga secercah sorot harapan.

Andrea mengenakan sweater berwarna merah bata dipadukan dengan celana hitam. Rambutnya diikat sedikit berantakan ke belakang, menyisahkan beberapa anak rambut di dahinya.

Pagi itu Andrea akan mengakhiri segela kebimbangan dalam hatinya. Ia akan menyelesaikan semuanya.

Jam tangan hitam milik Andrea menujukan pukul delapan tepat. Andrea telah menunggu Andre selama dua puluh menit.

Andrea menatap langit pagi yang benar-benar masih bersih. Ia tak melihat gerombolan asap pabrik yang ikut mengambil alih.

"Maaf ya, Ndrea. Nunggu lama ya?"

"Belum lama, kok. Santai aja," jawab Andrea.

Andrea mengambil tas plastik berisi Lapis Kukus Surabaya yang sengaja ia beli untuk memenuhi janjinya. Ia kemudian menyodorkan tas plastik tersebut kepada Andre.

"Sesuai janji aku."

Andre tersenyum melihat tingkah Andrea. Ia menerima pemberian dari Andrea itu.

"Nggak disuruh duduk dulu, nih?" tanya Andre berusaha mencairkan suasana.

"Duduk aja. Bukan kursi punyaku," ketus Andrea.

Andre kembali tersenyum pada Andrea, kemudian duduk di samping Andrea.

Andrea bersumpah bahwa senyuman Andre adalah salah satu hal yang paling berbahaya baginya. Jatungnya terlalu berambisi untuk berdetak setiap melihatnya.

"Ndre, aku-"

"Andrea, kamu tahu kan lapis kukus ini bukan alasan sebenarnya aku selalu mencoba dekat denganmu." Andre menghentikan Andrea yang ingin berbicara terlebih dahulu.

"Ndre, kita terlalu sulit." Andrea mulai membicarakan isi hatinya.

"Aku tahu, Ndrea. Kita terlalu sulit. Dan, jika kita bersama banyak hal menyakitkan di depan sana. Tapi, kehilanganmu terlihat lebih menyakitkan untukku."

"Nggak ada yang bisa diperjuangin lagi tentang kita."

"Banyak, Ndrea. Banyak yang berhasil dari hubungan beda keyakinan seperti kita."

"Apa kamu bisa menjanjikan aku keberhasilan itu?" Air mata Andrea mulai berlinang.

Andre hanya terdiam mendengar pertanyaan dari Andrea. Andre tak dapat menjawabnya.

"Ndre, kita bukan anak kecil lagi," seru Andrea.

"Justru karena kita bukan anak kecil. Justru karena aku sudah melihat banyak kisah seperti kita berhasil. Aku memutuskan buat nggak kehilangan kamu lagi."

"Aku nggak tau, Ndre. Ke depannya semua terlalu menyeramkan. Aku nggak bisa." Andrea mulai bangkit dari bangku yang ia duduki. Ia tak mampu, ia ingin kembali kabur dari keadaan seperti ini.

"Aku mencintaimu."

Langkah kaki Andrea terhenti setelah mendengar kembali kalimat itu terlontar kembali dari bibir Andre. Dengan wajah berlinangan air mata, ia kembali menolah pada sosok laki-laki yang ia cinta.

Andrea begitu terkejut. Andre yang begitu ia cintai juga sendang menangis. Melihat Andre menangis begitu menyesakkan untuk Andrea.

"Ndrea."

Andre dengan bergetar mencoba menggapai jemari Andrea. Tangisnya benar-benar pecah. Tidak ada lagi yang bisa ia katakan pada Andrea.

Genggaman tangan Andre bagaikan tangkai mawar bagi Andrea. Andrea mendamba indah bunga mawar, tapi ia tak siap kembali terluka oleh durinya.

SEKAT [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang