16. Dia Terlalu Terburu-buru

332 36 15
                                    

"Maaf ya sayang, akhir-akhir ini aku jarang di Surabaya. Kamu tahu kan? Karena ngajuin restutusi jadi kantor pusat harus ngelewatin pemeriksaan sama pihak DJP."

"Nggak papa, kok, Ndre. Aku juga lagi lumayan banyak lembur. Jadwal visit klien pada tabrakan semua hehehe." Andrea menjawab permintaan maaf Andre dengan tawa riangnya.

Akhir-akhir ini Andre memang jarang bisa bertemu dengan Andrea seperti kencan mereka saat ini. Karena kewajiban pekerjaanya, Andre harus bolak-balik Malang-Surabaya.

Andrea tak mengambil pusing tentang hal tersebut. Mereka berdua sudah dewasa dan mengerti akan bagaimana dunia pekerjaan sesungguhnya. Dari pada kuantitas pertemuan, keduanya lebih mengutamakan kuliatas saat mereka dapat menyempatkan waktu untuk bertemu.

"Ibu gimana kondisinya sekarang? Udah sehat?" tanya Andre di sela-sela kegiatannya menyantap nasi padangnya.

"Alhamdulillah, Ibu udah kelihatan lebih sehat gitu. Orangnya juga udah aktif kayak biasanya. Cuma emang masih harus banget ngawasin makanannya, sih."

"Syukurlah. Kalau kamu? Akhir-akhir ini ada yang bikin kamu sedih?"

"Nggak ada, sih. Cuma kangen kamu aja hehehe."

"Heleh ditinggal bentaran udah bisa gombal aja." Andre dengan gemas mecubit pipi Andrea.

Andrea hanya tertawa riang mendengar ujaran Andre dan cubitan pada pipinya. Akhir-akhir ini semuanya sebenarnya sama saja. Belum ada yang berubah. Masih selalu menyedihkan. Hanya saja terlalu basi jika ia selalu membahas kesedihannya pada Andre. Andrea yakin, bukan hanya dirinya yang terluka. Andre juga sama. Ia terluka.

"Tapi beneran, nggak ada hal yang bikin kamu sedih lagi? Aku nggak mau lihat kamu kayak bangku rumah sakit itu. Aku nggak mau kamu merasa sendiri," tanya Andre kembali.

Andrea mencoba mengingat-ingat apa saja kejadian yang ia hadapi selama tiga minggu ini. Kesedihan dan tangisan, keduanya silih berganti memenuhi Andrea. Tetapi apakah ia perlu menceritakannya lagi pada Andre.

Ingatan Andre terus mengulang banyak memori.

Janji. Ia mengingat janjinya pada Sang Ibunda. Namun, bukankah terlalu jahat menceritakan janji itu kepada kekasihnya.

Terus terang saja Andrea hanya ingin menikmati sisa waktunya dengan Andre.

Setelah ikrar janjinya dengan Sang Ibunda, Andrea selalu menyebut waktunya bersama Andre adalah sisa waktu. Sisa waktu sampai Andrea benar-benar sudah dapat merelakan Andre. walaupun masih entah kapan ia dapat mengikhlaskan laki-laki yang sungguh ia cintai itu.

"Nggak ada, si—"

Ucapan Andrea terptong begitu saja. Bukan karena ada seseorang yang memotong ucapannya. Hanya saja sekelebat memori bahwa akhir-akhir ini Arbi masuk kehidupnya tiba-tiba muncul.

Andrea ingat, ia belum menceritakan tentang Arbi pada Andre. Ia belum memberitahu Andre tentang Dinda dan Ibunya yang memperkenalkan Arbi kepadanya. Juga tentang Arbi yang seolah-olah memang benar memberi signal bahwa ia menyukai dirinya.

Berbicara soal Arbi, setelah pertemuan itu Arbi memang berlanjut menghubungi Andrea melalui WhatsApp. Bahkan Sang Ibu juga kerap kali mengundang Arbi ke rumahnya. Andrea menyikapi Arbi sebagai temannya. Arbi memang termasuk nyambung untuk diajak ngobrol bagi Andrea.

Andrea merasa selalu tertarik dengan cerita-cerita dan pengalaman yang kerap kali menjadi topik obrolan mereka.

Tertarik? Tunggu dulu, jangan khawatir. Arbi masih gagal menggetarkan hati Andrea. Jatung Andrea masih setia berdebar hanya untuk sosok Andre.

SEKAT [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang