30. Sisters

362 31 0
                                    

Manik cokelat Andrea menelisik pada pekarangan rumah yang sengaja ia tinggal beberapa hari lalu untuk menenangkan dirinya sendiri. Kakinya melangkah mendekati pintu utama rumah tersebut, rumah keluarganya sendiri.

Keraguan menyelimuti dirinya sendiri. Ketakutan akan bayangan bahwa setelah aksinya menghilang, semua akan menjadi semakin runyam.

Semua emang harus dihadapi bukan?

Masih diselimuti dengan keraguan juga ketakutan, Andrea memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya memasuki rumahnya sendiri. Tak pernah ada rasa seasing ini untuk sekedar memasuki kediaman keluarganya sendiri sebelumnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Dari ruang keluarga suara kedua orang tua Andrea menggema menjawab salamnya.

Melihat Sang Putri semata wayang kembali, Ayah dan Ibu Andrea sontak berdiri dan mendekat ke arah Andrea. Rasa takut, rindu, bersalah dan masih banyak lagi bercampur aduk dalam dada Andrea.

Ayah Andrea tersenyum penuh arti melihat kepulangan Putrinya kembali. Raut wajah Andrea saat ini jauh lebih membaik dari sebelumnya. Ia tak melihat lagi sosok Andrea yang berjalan seperti mayat hidup ataupun robot mati rasa.

Masih menyunggingkan senyuman hangatnya itu, Sang Ayahanda kemudian memeluk Putri kesayangannya. Andrea merasakan dekapan hangat Sang Ayah yang selalu menjuarai kompetisi dalam menenangkan perasaannya.

Belum ada kata yang terucap dari keluarga kecil itu. Pelukan erat dari Sang Ayah seolah-olah sudah mampu mengutarakan semuanya. Mengutarakan rasa cinta yang luar biasa dari seorang ayah kepada anak perempuannya.

Diiringi manik cokelat yang berbinar itu, Andrea membalas dekapan erat dari Sang Ayah. Kepala cantik Andrea mencoba memikirkan kata apa yang tepat untuk dikatakan kepada Sang Ayah. Kepada seseorang yang membukakan jalan kepadanya untuk berdamai dengan dirinya sendiri.

"Ayah, terima kasih banyak."

Kalimat Andrea semakin membuat momentum haru keluarga itu menjadi lebih hangat lagi. Dinding-dinding es dalam rumah itu seolah-olah mencair begitu saja. Setelah sekian lama, Andrea menemukan kembali kehangatan dalam rumah keluarganya ini.

"Sama-sama, Nduk. Apapun yang terjadi, Ayah selalu menyayangimu." Ayah Andrea melepaskan pelukannya pada Sang Putri, menatap lekat wajah cantik Putrinya tersebut sebelum berakhir mencium puncak kepala anak perempuan kebanggannya.

Setelah melepas semua rasa rindu dan terima kasih kepada Ayahnya. Manik cokelat Andrea melihat ke arah Ibundanya. Melihat pada sosok surga dunianya yang sedari tadi begitu kentara menahan air matanya. Langkah Andrea mendekatkan tubuhnya kepada Sang Ibunda, sedetik kemudian merengkuh Ibundanya dalam dekapannya.

"Maafin, Andrea udah bikin Ibu khawatir. Maafin Andrea, udah banyak bikin Ibu sedih. Andrea sadar Andrea banyak salah sama Ibu. Sekali lagi Andrea minta maaf."

Buliran Kristal bening itu tak mampu tertahankan di antara keduanya. Segala rasa bersalah, khawatir, kelegaan, juga kasih sayang, tumpah-ruah begitu saja. Kedua perempuan dengan tali kasih sayang tanpa batas itu kembali menyatu dengan dalih rasa cinta yang tak terhingga.

"Ibu yang salah, Nduk. Ibu yang selama ini selalu memaksakan keinginan Ibu tanpa bertanya apa keinginanmu. Ibu yang minta maaf sudah egois sama kamu."

Tangis Andrea semakin menjadi-jadi. Beban terbesar yang berada pada pundaknya seperti hilang tertelan bumi begitu saja. Pilar penyangga hidupnya telah benar-benar kembali kepadanya. Tiada bahagia yang akhir-akhir ini ia rasakan melebihi hari ini.

Andrea melepaskan pelukannya kepada Sang Ibunda. Menatap wajah Sang Ibunda yang penuh dengan air mata. Jemari Andrea terangkat untuk menghapus lelehan kristal bening tersebut.

SEKAT [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang