17. Kamu Dimana?

310 38 12
                                    

"Jadi gimana? Arbi ganteng nggak?" tanya Ika pada Andrea di tengah-tenga obrolan mereka sembari menunggu jam istirahat kantor.

"Kamu tahu Arbi?" tanya Andrea kembali.

"Ya emang kamu kira temenmu, Dinda, nggak bakal koar-koar gitu ke aku?"

"Iya juga, sih. Huhh, kangen juga sama Dinda, sama Elin juga."

"Main aja kali ke Dinda. Lagian sampai kapan kalian mau diem-dieman gini? Aku jadi nggak bisa ngopi bareng kalian tahu."

"Aku masih kesel banget sama Dinda, Ka. Bahkan soal yang barusan kamu tanyain."

"Arbi?"

"Iya, sumpah, dia gila banget bisa comblangin Arbi ke aku. Bukan cuma ke aku, ke Ayah dan Ibu juga."

"Tapi kamu emang suka kan sama Arbi?" goda Ika.

"Enggak, lah."

"Lah kemarin aja habis romantic dinner gitu."

"Kamu tahu dari mana?"

"Jadi, kemarin Dinda ngirimin screenshot instastory Arbi gitu. Ya nggak ada foto mukamu, sih. Tapi tangamu kelihatan, dan aku hapal banget sama gelang yang kamu pakai. Orang beli gelang itu aja kamu perginya sama aku." Ika menyodorkan gambar yang ia maksud di layar ponselnya pada Andrea.

Andrea mengamati screenshot yang ditunjukkan oleh Ika. Andrea benar-benar tidak habis pikir. Kenapa Arbi perlu memposting foto seperti ini? Apa ia benar-benar menyukai dirinya? Secepat ini? Benar-benar terburu-buru, bukan?

"Aku nggak suka sama Arbi, Ka. Menurut aku dia buru-buru banget, belum apa-apa dia udah nyeramahin aku soal nikah dan umurku. Kamu tahu kan? aku nggak suka itu?"

"Tapi dia ganteng, kan?" goda Ika kembali.

"Dia ganteng, mapan, nyambung diajak ngobrol, selera makannya sama kayak aku. Cocok buat dijadiin sugar daddy kalau aku masih kuliah dan belum kerja. Puas?" kesal Andrea.

"Hei saudara Andrea mulutnya hahaha."

"Kamu, sih. Nyebelin!"

"Hehehehe bercanda. Aku denger-denger di baik loh. Perihal obrolan kalian tentang nikah dan umur, sebenarnya wajar aja kalau emang ada beda pendapat. Kamu nggak ada niatan buka hati gitu? Kali aja jodoh?"

"Hambar, Ka. Sialnya aku masih nggak bisa lepasin Andre. Sialnya jantungku nggak bergetar hebat bareng Arbi, dia cuma bereaksi sama Andre. Aku bodoh banget ya?"

Ika melihat senyuman miris yang dikeluarkan Andrea benar-benar menyimpan luka. Andrea tidak sepenuhnya salah di sini. Ika yakin, Andrea tak pernah meminta untuk jatuh cinta pada seseorang dengan keyakinan yang berbeda.

"Aku tahu, kok. Nggak bakal gampang lepasin hal yang memang tulus kita sayang. Menurutmu kenapa aku bisa bertahan setelah enam tahun LDR-an. Ya gara-gara emang aku tulus sayang. Alhamdulillah-nya, semua terbayar di waktu yang tepat. Tapi kamu sama Andre beda kayak aku dan Iqbal. LDR kalian beda cara menyembah Tuhan," ujar Ika.

Andrea tertegun mendengar penuturan Ika. Sekali lagi ia selalu tertampar realita bahwa segala hal yang ia usahakan tentang Andre adalah sia-sia semata.

"Kadang aku mikir, kalau aku di posisimu, aku nggak bakal kuat. Tapi kamu lebih kuat dari bayanganku itu, Ndrea. Walaupun datang dengan keadaan yang nggak tepat. Gimana kalau Arbi emang bentuk bantuan dari Allah? Kamu nggak bisa selamanya sembunyi-sembunyi dari semuanya, kalau kamu masih terus sama Andre," ujar Ika kembali.

Lubuk hati Andrea teriris-iris mendengar ucapan Ika kembali. Ika selalu bijak dan logis di mata Andrea. Ucapannya jarang sekali dapat Andrea sangkal. Bahkan untuk perkataanya baru saja.

SEKAT [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang