23. Kesempatan Emas

303 32 7
                                    

Andrea menatap pantulan tubuhnya pada cermin di hadapannya. Andrea menatap wajahnya yang jauh lebih baik setelah ia timpa dengan beberapa produk make-up. Sayangnya kantung matanya tidak dapat ter-cover sepenuhnya.

Andrea telah siap dengan setelan outfit kantor yang menjadikanya terkesan lebih tegas dan dewasa. Ia memandang sekali lagi wajahnya dalam cermin tersebut.

Sehancur-hancurnya perasaanmu saat ini, jangan bikin hancur juga karir yang udah susah payah kamu bangun. Hidup harus terus berjalan, Ndrea!

Dalam hatinya Andrea berusaha merapalkan mantra untuk menguatkan dirinya sendiri.

Belum ada yang Andrea putuskan.

Setelah kencannya kemarin yang gagal karena Andrea memilih untuk kembali merenung di kamarnya, Andrea tetap belum memutuskan apapun.

Arbi dan Andre, Andrea tidak bisa memilihnya. Ia tak siap dicap egois, juga tidak siap melihat seisi keluarganya berselisih pendapat tentang cintanya.

Satu hal dapat Andrea lakukan adalah tetap melanjutkan hidupnya. Andrea tak mau menghancurkan hal lain yang sudah susah payah ia genggam.

Aku tahu kamu bisa, Ndrea.

Andrea meyakinkan dirinya sekali lagi kemudian melangkahkan kakinya keluar dari bilik kamarnya.

"Ibu, Ayah, Andrea berangkat dulu ya." Andrea berpamitan kepada kedua orangtuanya yang tengah berada di meja makan.

"Nggak sarapan dulu, Nduk?" tanya Ibu Andrea.

Andrea sedikit terkejut dengan perilaku Ibunya. Ibunya begitu ramah kepadanya seperti tidak memiliki rasa kesal terhadap Andrea yang masih belum mau memberikan jawaban untuk pinangan Arbi.

"Nggak dulu, deh, Bu. Perut Andrea nggak enak," jawab Andrea.

"Ibu bikinin bekal ya? Biar dimakan di kantor nanti. Tunggu sebentar."

Andrea hanya menganggukan kepalanya, mengiyakan tawaran Sang Ibu. Andrea melihat Ayahnya yang sedang asyik menyantap nasi goreng di meja makan.

"Kenapa? Kamu mau Ayah suapin nasi goreng?" tanya Sang Ayah.

"Enggak, kok, Yah hehehe."

Andrea kemudian menuangkan susu kedalam sebuah gelas dan meneguknya. Tak lama kemudian Ibu Andrea memberikan kotak makan berisi nasi goreng kepada Andrea.

"Andrea berangkat dulu ya, Assalamualaikum," pamit Andrea kepada kedua orang tuanya.

Andrea mengendarai mobilnya menuju tempat kerjanya. Jalanan Surabaya sudah cukup ramai namun tidak bisa dikatakan macet.

Setelah memarkirkan mobilnya dengan rapi, Andrea kembali terjun dalam lamunanya. Kembali terbuai dalam dilema yang dengan sengaja tergesah-gesah memintanya untuk segera menjatuhkan pilihan.

Sadar, Ndrea. Fokus! Kamu masih punya tanggung jawab lain. Hidup nggak cuma tentang pasangan dan cinta.

Andrea menghapus sedikit air matanya yang tetap terjun bebas dan gagal ia kontrol. Dengan sisa keyakinan yang ia punya, Andrea melangkahkan kakinya memasuki gedung kantornya.

Sedetik saat ia membuka pintu ruangannya, pandangan matanya beradu dengan Ika, sahabatnya.

Ika yang melihat Andrea telah datang dengan penuh semangat berlari ke arah Andrea. Ekspresi wajahnya begitu gembira. Ika menghambur ke pelukan Andrea.

"Congrats, Ndrea. Aku tahu, kamu pasti bisa."

Andrea tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Ika. Bagian mana dari penderitaanya yang perlu diucapkan selamat oleh Ika?

SEKAT [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang