Kamu duduk dan terdiam di sana. Memandangi wajah manis milik sang Pangeran Kedua. Yang hingga saat ini masih nyaman dalam tidur panjangnya.
Ya, kamu akhirnya bisa menjenguknya.
Dengan Lee Haechan yang memutuskan untuk menunggu di luar sana. Takut apabila eksistensinya justru mengganggu waktumu dengan sang lelaki Na.
Kamu memegang lembut tangannya. Menggenggamnya dengan lemah; kelewat khawatir apabila gerakanmu akan menyakiti dirinya.
"Nana ... aku harus bagaimana?" Kamu bertanya pelan. Diiringi air mata yang mulai mengalir dari pelupuk matamu.
Beberapa lama kamu terdiam di sana, hingga suara Lee Haechan yang menunggu di luar tiba-tiba terdengar memanggilmu.
"By, upacara kematian Baginda Raja akan segera dilaksanakan..."
Mendengarnya, kamu langsung mengusap air matamu yang telah jatuh di pipi. Pun kamu berusaha menguatkan diri, meski nyatanya perasaan putus asa benar-benar menenggelamkanmu saat ini.
Kamu beranjak untuk berdiri, lalu mengusap rambut gelap milik Jaemin. Kamu menundukkan tubuhmu. Mendaratkan kecupan kecil di dahinya.
"Lekaslah sembuh, Nana..."
Maka kamu akhirnya memutuskan untuk pergi. Meninggalkan Na Jaemin yang masih saja tak sadarkan diri. Tanpa kamu ketahui, satu bulir air mata jatuh dari sudut mata sang Pangeran Kedua yang kamu sayangi. Seakan ia merasakan kehadiranmu di sisinya, padahal tubuhnya masih terbaring lemah di sana.
Kamu berjalan menuju pintu ruangan Na Jaemin. Sekilas melihat Lee Haechan yang tadi kebetulan sedang mengintip keadaanmu. Membuat wajahnya kian murung setelah melihat apa yang baru saja kamu lakukan dalam ruangan itu.
"Bagaimana ini, Echan..." katamu lirih. Tepat setelah kamu menutup pintu ruangan Jaemin dan berdiri tepat di hadapan sang Ksatria Lee. "Kondisi Nana sangat buruk..."
Haechan bergeming.
"Apa nggak ada yang bisa kita lakukan, Echan? Mencari Tabib? Penyihir? Siapa pun itu yang sekiranya bisa menyembuhkan Nana."
Kamu sama sekali tidak sadar, bahwa lawan bicaramu kini sedang mengepalkan tangannya. Berusaha keras menahan emosi serta egonya.
"Tenanglah, By."
"Tenang?" tanyamu. Kamu menyentuh lengan Haechan. Menariknya cukup keras. "Gimana aku bisa tenang sekarang?! Nana sedang sekarat, Echan! Nana bisa mati kalau terus begini!"
Lee Haechan menghempaskan tanganmu dari lengannya sekuat tenaga. BRAK! Kemudian ia meninju pintu megah berbahan kayu di sampingnya. Membuat retakan cukup besar di sana. Pun kamu terlonjak kaget melihatnya.
"Nana, Nana, Nana! Aku muak mendengar namanya!" teriak Haechan tiba-tiba. "Kenapa selalu dia yang ada di otakmu? Kenapa bukan aku?! Aku yang selalu ada buat kamu! Aku yang selalu berusaha jaga kamu! Apa kamu nggak bisa berhenti memikirkannya dan kembali padaku seperti dulu?!"
Teriakannya membuat kamu membisu.
"Kamu terasa makin asing, Kak Hani..." lirih Lee Haechan. Kamu dapat melihat matanya yang berkaca-kaca; terlihat hendak menangis. Tapi ksatria andalan Kerajaan Beannaithe itu segera menundukkan wajahnya. Menghindari tatapanmu. "Maaf, kurasa aku butuh waktu untuk sendiri."
Maka lelaki Lee itu mengambil langkah untuk pergi. Menjauhi dirimu yang kini berdiri kaku di tempatmu seorang diri.
Tiba-tiba saja, kilasan memori muncul di dalam kepalamu. Memori yang dimiliki Park Hani di masa lalu. Yang berjalan cepat dengan warna abu-abu. Mendatangkan rasa sakit yang teramat sangat di kepalamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Protect The Second Prince | Lee Jeno X You X Na Jaemin [COMPLETED]
FantasyKamu menangis semalaman penuh karena tokoh kesayanganmu di novel berakhir menyedihkan. Na Jaemin namanya. Seorang Pangeran Kedua yang dieksekusi mati dengan hukum gantung di depan kerajaannya sendiri. Kamu terus bertanya, mengapa takdir begitu kejam...