Hari Minggu, Seulgi baru bisa temuin pacarnya sore ini. Padahal mereka cuma gak ketemu 3 hari aja, tapi rasa rindunya sudah membuncah.
Irene bilang, dia bakal manfaatin sebanyak-banyaknya waktu yang ada sekarang selagi Seulgi masih di Indonesia."Ini pertama kalinya aku punya hubungan jarak jauh gini, jujur aku sedikit resah, Seul," ungkap Irene, ia menggenggam erat tangan kekasihnya. Sebenarnya, Irene sedikit bimbang ingin berkata tadi, dia pikir harusnya sebagai pihak yang lebih dewasa ia bisa mengendalikan segala kegundahan itu.
Seulgi mendengar nada bicara kekasihnya yang sarat akan kekhawatiran, tatapannya tertuju pada tautan tangan mereka sebelum akhirnya ia menarik tubuh Irene dan memeluk erat gadis mungilnya itu. Tak disangka, Irene menangis, bahunya bergetar, tangannya ikut membalas pelukan Seulgi sama eratnya. "Aku gak mau lama-lama jauh dari kamu, Seul." Pilu Irene dalam dekapan hangat sang kekasih.
Seulgi seperti mengenal kondisi ini, dimana ia dan Irene berpelukan sembari ditemani hujan yang memberi hawa dingin cukup menusuk. Harusnya mereka pergi kencan ke luar sekarang, namun cuaca tak mendukung ketika mereka hendak keluar rumah setelah beberapa menit Seulgi menunggu Irene bersiap diri. Rumah kekasihnya kosong, kedua orang tua Irene pergi keluar sejak siang.
"Aku juga sama, Kak," ucap Seulgi, tangannya mulai bergerak mengelus punggung kekasihnya dengan lembut, memberi ketenangan pada gadis dalam dekapannya ini. "Aku usahain lulus secepatnya biar bisa balik ke sini. Kamu juga harus fokus, bentar lagi udah mau jadi mahasiswa semester akhir. Aku yakin kita bisa laluin ini, tantangannya pasti lebih berat tapi aku pengen kayak yang kamu bilang waktu kamu samperin aku ke Utrecht, kita bisa hadapin ini bersama. Di hubungan ini ada aku, ada kamu. Aku percaya kamu, kamu pun bisa selalu percaya aku. Oke, Sayang?"
Irene mengangguk, perasaannya lega mendengar kalimat panjang itu keluar dari mulut Seulgi. Ia hanya butuh itu sejujurnya, karena memang pembahasan ini yang ia tunggu namun tak pernah sedikitpun Seulgi membahasnya. Dan akhirnya dengan seluruh keberanian yang ada, ia membicarakan itu, hasilnya pun sangat memuaskan. Irene mendongak, menampilkan senyum cerahnya pada Seulgi.
Seulgi terkekeh melihat betapa menggemaskan gadisnya sekarang, tangannya beralih mengusap lembut wajah cantiknya yang basah. Senyum Seulgi terpatri ketika mendengar kekasihnya yang tiba-tiba berucap, "Aku sayang kamu, Seulgi."
Refleks Seulgi memajukan wajahnya, mengecup kedua sisi pipi gadisnya, ia benar-benar tak tahan jika Irene dalam mode bayi seperti ini. Ia bahkan tak menyangka Irene punya sisi menggemaskan seperti sekarang. Heuh... tak baik untuk jantungnya yang berdebar kencang setiap menyaksikan itu.
"Cium." Itu perintah, bukan cium sekedar di pipi atau dahi.
Irene tersenyum membalas ciuman Seulgi dengan senang, bibir manis kekasihnya bergerak selembut mungkin untuk menyiratkan rasa sayang keduanya.
"I love you, Irene Victoria."
------
Hujannya cukup awet bahkan menjelang malam derainya makin deras terdengar. Seulgi tak tega meninggalkan Irene sendirian di rumahnya, maka dari itu ia berniat menunggu sampai orang tua kekasihnya pulang.
Namun, ketika mereka telah datang malah Seulgi jadi semakin tak bisa kembali ke rumah.
"Halo om, tante!" Seulgi menghampiri pasangan itu, menyalami tangan mereka satu-persatu.
"Seulgi?" suara bariton ayah Irene terdengar sangat ramah di pendengaran Seulgi.
"Seulgi. Pacarnya Irene, Ma," Seulgi tersipu malu mendengar ucapan ayah Irene tadi.
"Iya, Mama tau kok." Seulgi memberi senyum seramah mungkin untuk ibunda kekasihnya, yang akhirnya dapat ia temui sekarang. Perasaannya campur aduk sekarang antara senang, takut dan malu-malu.
Perdamaian Irene dan Mamanya terjadi 5 hari lalu, Seulgi ikut senang mendengar ibu dan anak itu dapat kembali bersatu. Namun, sejujurnya ia tak berekspektasi akan secepat ini diterima oleh ibu sang kekasih. Bahkan wanita yang tak kalah cantik dari Irene itu menawarkan untuk makan malam bersama dengan mereka sekarang, terlebih hujan belum juga ingin berhenti.
Ruang makan terasa lebih hangat bagi Irene malam ini, Mama memang belum terlalu terbuka dengan Seulgi, masih selalu Papa yang mengajak kekasihnya berbicara. Lagipula, Irene memakluminya dan jika Mama bertanya pasti itu akan menjadi pertanyaan yang meresahkan,
dan pertanyaan itu akhirnya terucap juga, mengakibatkan Seulgi dan Irene berusaha menahan untuk tidak menunduk malu atau salah tingkah.
"Kalian di rumah berduaan, gak ngelakuin hal aneh-aneh kan?"
Keduanya saling menyesap bibir satu sama lain. Harusnya sedari tadi hanya kecupan-kecupan ringan saja untuk menyertai mereka menonton drama di sofa ruang tengah.
Namun, Irene menahan tengkuknya dan memperdalam ciuman mereka. Seulgi sedikit kewalahan menanggapinya karena ia tak selihai Irene dalam urusan seperti ini.
Terlebih lagi, posisi Irene yang tiba-tiba berpindah terduduk di atas pangkuannya semakin menciptakan efek tak biasa pada tubuhnya, untuk pertama kalinya dalam hidup seorang Seulgi.
Pagutannya kedua belum juga putus, Irene malah semakin bersemangat sampai akhirnya Seulgi mengerang, kehabisan napas, "Irene... Mmmhhh... ."
"Kamu ganas banget barusan." Seulgi memajukan bibirnya yang agak kemerahan bekas 'keganasan' kekasihnya tadi, "kamu kan tau aku masih nol dalam hal begituan."
"Ya makanya aku ajarin, Sayang. Biar terbiasa," kata Irene lalu terkekeh, "kamu doang yang paling bisa buat aku hilang kendali kaya tadi."
Tawa Irene menggema ketika mendapat reaksi Seulgi yang mukanya semakin memerah, menunduk malu tak tahan dengan godaan barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
Short Story[sequel of Euphoria] Seulgi yang kembali ke kehidupan Irene? Atau Irene yang kembali ke kehidupan Seulgi? Sama saja, intinya benang merah mereka belum terputus dan masih akan terus menyambung. [!!!] better read Euphoria first.