xxii. chance

4.1K 528 98
                                    

Irene tahu yang ia katakan terlewat egois, tapi ia hanya tak ingin kehilangan orang yang mencintainya, lagi.

"Kenapa?" Tanya Seulgi pelan. Bibir Irene masih terkatup rapat mendengar pertanyaan Seulgi.

Saat Seulgi ingin kembali berbicara, dering ponsel salah satu mereka berbunyi.

Ponsel Seulgi lah pelakunya, dan tertera nama Ka Sunmi di sana. Keduanya sadar akan itu, Irene semakin memeluk Seulgi posesif, seakan berbicara untuk tak mengangkat panggilan itu.

Tapi, Seulgi tak menurut pada Irene, ia tetap memaksa dirinya untuk meraih ponselnya dan menekan tombol berwarna hijau.

"Halo?"

"Iya, gua gapapa kok kak, tadi bangunnya kesiangan makanya baru liat hp juga."

Seulgi terdiam cukup lama, itu yang menarik perhatian Irene, padahal sang penelepon sepertinya masih berbicara.

Monolid Seulgi melirik Irene yang penasaran. Irene sadar ada yang tak beres.
Dia tetap menunggu sampai Seulgi berbicara.

Tak lama bibir itu terbuka, "O-oke. Besok sore, nanti gua kasih tau alamat gua,"

Panggilan tertutup dan tatapan tak dapat Seulgi mengerti ia dapat dari Irene setelahnya.

Hening menyelimuti mereka setelahnya, tak ada pembicaraan hanya suara-suara dari televisi dan deras hujan saja yang menemani mereka.

Seulgi sempat menoleh ke Irene yang tak mendekapnya lagi, matanya lurus pada layar tv tapi ia tahu pikiran gadis itu sedang berkelana entah kemana.

Seulgi masih terpikir oleh permintaan gadis di sebelahnya itu, "Soal tadi," Irene sejak tadi diam, menatap Seulgi, "Lu gak bisa gitu, bahkan lu aja gak pernah punya perasaan yang sama ke gua,"Monolidnya tak kuat untuk membalas tatapan Irene, karena ia tahu sedikit saja ia melihat gadis itu, matanya juga akan terjadi hujan. "Lu minta gua untuk netap. Tapi mungkin aja lu bakal tetap melangkah maju sampai lu ketemu orang baru, tanpa peduliin perasaan gua."

Tapi Irene sadar, bahwa Seulgi menahan semuanya, suaranya terdengar bergetar.
"Tapi, gua nyaman sama lu Seul." Lirih Irene.

Seulgi menggeleng pelan, "Itu cuma perasaan sesaat, mampir doang Rene," Irene tak tahu saja, hati Seulgi sakit mengatakan itu, memang dia tak bisa berharap lebih pada Irene.

Tak ada pembicaraan kembali akhirnya. Tetes demi tetes hujan di luar juga semakin berkurang.

"Hujannya udah reda, gua balik ya. Udah hampir gelap juga" Tak ada jawaban. Irene pergi ke kamar Seulgi, mengambil barang-barangnya.

Tungkainya melangkah mendekati Seulgi di sofa. "Gua pulang dulu." Mengelus pucuk kepala Seulgi lembut setelahnya pergi menuju pintu keluar.

---

Esok sorenya, Sunmi benar-benar menjemput Seulgi.

Hanya untuk mengajak ngobrol, ya dan sekalian petrusin, Sunmi pikir tak ada salahnya bukan mendekati Seulgi, selama ia tak dimiliki siapapun, meskipun hatinya, ya, telah dimiliki orang.

"Gua suka loh kadonya," Kaki-kaki jenjang Sunmi keluar dari meja diantara mereka menunjukkan sepasang sneaker yang Seulgi hadiahkan untuknya, "Kok lu tau ukuran sepatu gua sih?"

Seulgi tersenyum canggung, "Nebak-nebak aja sih,"

"Bisa pas gitu ya." Tangan kurusnya meraih segelas kopi yang ia pesan, dan menatap gadis yang terus diam itu di depannya.

"Irene gak apa-apain lu kan?" Pekanya Sunmi benar-benar tepat sekali, hanya dengan satu tatapan.

Seulgi menggelengkan kepalanya cepat. "Seriously?" Paksanya, matanya berubah serius.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang