Mata Seulgi tak salah lihat kan siang ini?
Irene dan Jeffrey.
Makan siang di restoran bundanya.
Beruntungnya kedua insan itu tak melihat Seulgi yang baru saja mengunjungi bundanya di sana.
Seulgi buru-buru keluar dari restoran itu, tatapannya tetap tak ingin teralih dari dua insan itu, Irene nampak tersenyum senang kepada Jeffrey.
Hati Seulgi sakit.
Kan sudah di bilang, itu cuma perasaan sesaat. Batin Seulgi.
Rasanya ia ingin pergi ke kamarnya saat ini juga dan menangis seharian. Ia menggigit bibirnya berusaha menahan sesak di dada, sambil menunggu ojek online yang ia pesan. Terus berdoa agar drivernya lekas sampai dan membawa ia pergi dari sini, kalau tidak ia dengan keras kepalanya akan terus melihat pada pemandangan yang menyakitkan itu. Bodoh.
"Seulgi Noelsa?" Sebuah suara menginterupsi dirinya. Seulgi menganggukkan kepalanya, dan langsung menaiki motor itu tanpa menerima helm yang di tawarkan.
----
Seulgi memang benar-benar menghabiskan seharian dirinya menangis di kamarnya, tak keluar dan tak mengisi energi dirinya.
Mungkin karena terlalu lelah menangis, ia tertidur dan sekarang sudah pukul 8 malam, baru ia sadar dari tidurnya.
Perutnya tak merasakan lapar apapun, seperti sudah kehilangan minat. Dan yang terpikir olehnya saat ini adalah untuk lanjut tidur kembali dibandingkan tersadar dengan ingatan tadi siang yang terbayang jelas.
Hampir menulikan telinganya terhadap apapun, tiba-tiba saja bel apartemennya berbunyi terus.
Dirinya mendecak kesal. Siapapun itu, ia akan mengusirnya tak berminat menerima seorang pun manusia di kediamannya.
Pergi menatap kaca di ruangan itu, melihat bias dirinya yang kacau, bibir pasi, mata bengkak dan rambut berantakan. Tungkainya berjalan ogah-ogahan menuju kamar mandi, sekedar untuk mencuci muka dan berbenah.
"Hai." Irene yang datang. Senyumnya cerah sekali, tentu saja, habis bertemu pujaan hati. Membawa tentengan entah apa itu.
"Eum.. hai..." Balas Seulgi, suaranya terdengar parau, hampir habis. Ia sedikit memaksa bibirnya membentuk senyum.
"Gua bawai-"
"Gua udah makan." Potongnya. Terdengar datar, Irene tak suka. "Udah malem Rene, pulang aja. Sorry ya."
Belum sempat Irene memprotes, pintu sudah tertutup duluan. Ia menghela nafasnya kecewa, padahal ia sudah membeli dua porsi bakso kesukaan Seulgi, yang ia tanya dari Jimin, rencananya ingin makan berdua.
Ya terpaksa, dia sumbangin saja ini bakso ke Jennie, gak bakal nolak juga itu anak.
---
Pagi ini, pagi pertama di minggu mencari alasannya. Seulgi tak ingin menyia-nyiakan itu, tak ingin terus tenggelam dalam kesedihan.
Setelah menyimpan nomor ketiga sahabatnya saat di SMA dahulu, Seulgi masih gugup untuk mengirim pesan pada mereka.
Pesan dari Irene beberapa kali masuk ; sejak semalam ia mengusirnya secara halus, namun dirinya abaikan.
Membuka kontak Rose paling pertama.
Rose
hai Rose|
ini gua Seulgi|
apa kabar?|
Terlihat kaku, namun bagi Seulgi itu cukup sopan untuk menyapa teman lama yang ia tinggal tanpa kabar bertahun-tahun. Ia juga mengirim pesan pada dua teman lainnya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
Short Story[sequel of Euphoria] Seulgi yang kembali ke kehidupan Irene? Atau Irene yang kembali ke kehidupan Seulgi? Sama saja, intinya benang merah mereka belum terputus dan masih akan terus menyambung. [!!!] better read Euphoria first.