xiii. i loved you

5.3K 610 65
                                    

kalo kalian puter mulmednya, coba aja baca liriknya. Liriknya tuh ad sebagian yg mewakili perasaan Seulgi disini, jadi makanya aku pilih lagu ini.
bacanya sambil dgr lagu mellow kalian ya, saran aja. Atau dgrin day6 - i loved you.













Senyum simpul tercetak di wajah Jimin, "Kalo Seulgi?"

"Oh ya, gua mau nanya ama lu, kenapa bisa deket gitu sama Seulgi? Dia gak cuekin lu?" Tanya Irene penasaran.

Akhirnya Jimin ceritain perjuangan dia untuk mendapatkan maaf Seulgi, lumayan sulit, tapi ia berterimakasih kepada keberuntungan. "Sebenernya Seulgi itu orangnya pemaaf, tapi untuk lu, gua gak ngerti kak. Mungkin harus lu omongin langsung ke anaknya."

"Tadi pagi gua debat sama dia," Lirih Irene, "Tapi ujungnya malah dia yang minta maaf ke gua."

Jimin mengernyitkan keningnya, "Lu minta maaf ke dia?"
Irene menggelengkan kepalanya.

"Terus ngapain dia minta maaf ke elu?"

Irene bingung. Sudah pasti Jimin bakal marah mendengar jawaban Irene, "Gua bilang ke dia kalo dia penyebab semua masalah kita dulu."

"Gila lu kak." Irene cuma nundukin kepalanya mendengar makian Jimin untuknya.

"Tapi emang bener kan?"

"Gak semua, gara-gara Mino, karena kita juga. Inget itu." Ucap Jimin. "Lu butuh tau, Seulgi mungkin yang paling menderita di masalah ini."

Irene natap Jimin seakan minta penjelasan.

---

Kondisi keluarganya saat itu kacau.

Orangtuanya hampir cerai.

Seulgi banyak dituntut ini itu sama orangtuanya.

Seulgi suka mendam masalah sendiri, dan akhirnya ngebuat dia nyalahin diri dia sendiri dan stress.

Dia bilang, suka sama lu seperti di kasih kebahagiaan baru walau sementara.

Dia baru ngerasain patah hati dan gak nyangka bakal sehebat itu.

Seulgi saat itu benar-benar sudah pasrah sama hidupnya.

Dan yang paling buat Irene sakit dan sangat sangat merasa bersalah adalah;

Dia pernah ngelakuin percobaan bunuh diri, untung saat itu dia selamat.

Lu bisa lihat bekas jahitan di tangan kirinya.

Itu penyebab dia suka banget pakai baju lengan panjang.

"Terus perasaan dia ke gua sekarang gimana?" Tanya Irene sambil menahan tangisnya setelah mengetahui fakta itu.

"Untuk masalah itu gua gak bisa asal jawab kak, lu tanya sendiri aja." Jawab Jimin hati-hati, "Tapi yang jelas selama di sini, dia cemburu ngeliat kemesraan lu."

Irene akhirnya mutusin untuk balik ke hotel, setelah mencari angin sebentar.
Ia butuh bicara dengan Seulgi sekarang.

Sewaktu Irene masuk kamar, Seulgi berdiri depan pintu, sepertinya mau keluar.
"Bisa gak kita ngobrol?" Tanya Irene lalu menutup pintunya, berdiri menghalangi pintu.

"Mau ngomong apalagi? Gua mau keluar." Seulgi maju, namun Irene mendorongnya.
"Lu kenapa sih? Gua udah minta maaf. Kalau kekeuh mau ngomong habis gua balik."

Irene menahan kedua lengan Seulgi agar ia tak melangkah lagi. "Sekarang Seul."

Irene meremas kedua lengan Seulgi, "Sorry."

"Untuk? Gak ngerti gua." Seulgi melepas kedua tangan Irene yang mencengkeramnya.

Irene sempat teringat cerita Jimin tentang Seulgi tadi, dan membuat matanya memanas. "Maaf karena ngehancurin hidup lu, buat hati lu sakit." Irene meraih paksa tangan kiri Seulgi, menaikkan lengan baju Seulgi, dan benar ternyata terdapat bekas jahitan di sana. "Maaf untuk ini." Sesalnya sembari mengelus bekas jahitan itu.
Air matanya tumpah melihat itu.

Se-sakit itukah Seulgi?

Se-menderita itukah Seulgi?

"Maafin gua Seulgi. Maaf karena nyalahin lu."

"Gak perlu. Emang salah gua kok," Irene menegakkan kepalanya mendengar perkataan itu. "Kalau aja gua bisa nahan diri gua untuk jadi secret admire lu, pasti lu gak ikut menderita, lu gak bakal ngerasa bersalah, gak bakal diejek orang-orang, dan hubungan lu gak akan retak saat itu.

Kalau aja gua 'normal' pasti lu gak akan kena masalah begini."

Irene cuma bisa gelengin kepalanya mendengar pernyataan Seulgi. Menyakitkan. Terutama kalimat terakhir.
"Please, jangan salahin diri lu terus. Masalah ini gak semuanya karena lu, ini karena gua, Jimin, Mino. Gua minta maaf Seulgi." Irene menghapus air matanya yang terus menetes. "Gua mohon maafin gua, jangan cuekin atau dingin sama gua terus Gi, lu boleh maki-maki gua."

"Gua mau maki lu gimana kak? Bahkan sepanjang hidup gua yang gua maki-maki itu diri gua sendiri. Gua emang biang onar kok." Seulgi ngucap gitu sambil senyum, senyum tersakiti.

"Gak, Seulgi!"

"Udah ya. Gua cape." Seulgi kembali berniat keluar, namun kembali Irene dorong.

"Serius Gi, maafin gua. Ngomong sama gua, gua harus lakuin apa?" Pinta Irene. Matanya menatap tajam Seulgi, beruntung air matanya tak menetes lagi.

"Gak tau," Katanya dingin.

"Satu lagi, Seul." Ia memegang lengan Seulgi erat.

"Seulgi, apa kau masih menyukaiku?" Tanyanya dengan suara bergetar tanpa melihat gadis itu.

Seulgi termenung di tempatnya. Hah...
Dia benci pertanyaan itu.

Mata monolidnya menatap Irene yang menundukkan kepalanya dan kedua lengan Seulgi dipegang erat olehnya, seakan tak mengizinkan Seulgi pergi.

Lalu ia tersenyum, hangat sekali.
Andai Irene melihatnya, senyum tulus Seulgi yang terakhir ia lihat 4 tahun lalu.

Grep.

Seulgi memeluk Irene.
Membawa Irene ke dekapan hangatnya.
Irene sempat terkejut, namun ia pun membalas pelukan Seulgi, sangat erat.
Menyenderkan kepalanya pada tubuh hangat Seulgi.

Entah apa yang Irene rasakan sekarang, tapi seperti ada yang meledak dalam dirinya saat Seulgi memeluknya.

Seulgi mendekatkan bibirnya ke telinga Irene. Terpaan nafas Seulgi membuat ia merinding.



























































"Gua benci sama lu."

I want to hate you,
But I can't so I hate you even more.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang