Seulgi jadi tak bisa tidur tenang malam ini.
Terus menangisi keputusannya yang menyakiti Irene. Tapi tak menyesal akan keputusannya.
Ini cara yang tepat. Untuk kedua pihak menurutnya.
Ia tak apa jika memang saat ia pergi Irene menemukan orang baru di hatinya, karena memang tujuannya membuat Irene yakin atau tidak dengan perasaannya terhadap Seulgi meski raga Seulgi tak bersamanya.
Balik lagi ke alasan sebelumnya, karena gak mungkin kan seorang yang tadinya bener-bener 'lurus', tiba-tiba bisa nyatakan dirinya 'belok' hanya dalam waktu sebulan? Entahlah. Hatinya senang mendengar pengakuan yang keluar dari mulut Irene tadi, namun masih ada keraguan yang mengingatkannya.
Seulgi hanya takut terlalu banyak berharap.
---
Sore tadi sudah berkali-kali pesan ia kirim ke Line Seulgi, namun sudah berselang 2 jam masih belum ada balasan.
Irene tahu pasti Seulgi sedang sibuk mengurus keberangkatannya, tapi tak bisakah semenit membalas pesan darinya.Keadaannya saat ini agak kacau, sejak semalam ia menangisi keputusan Seulgi. Sampai membolos kuliah, karena memang moodnya tak bagus sejak semalam.
Ckrek!
Foto pertamanya menggunakan kamera dari Seulgi itu. Dengan tak mempedulikan kondisinya, karena Seulgi yang menyuruhnya.
Buat sebuah album dari semua hasil foto kamu di kamera itu. Nanti kita bisa tukeran album.
Seulgi bilang kadang hasil jepretan kita bisa mewakilkan perasaan kita saat itu.
Dan ya, Seulgi harus melihat betapa hancur dirinya saat ia tahu gadis itu akan pergi. Karena foto pertama itu yang benar-benar menunjukkan perasaannya.
---
Seulgi menatap nanar kepergian teman-temannya, namun Bunda dan adiknya masih belum ingin membiarkan dirinya pergi. Terutama adiknya, yang sama seperti Irene, saat tahu kakaknya akan pergi, ia menangis hebat.
Tangannya kembali mengusap wajah basah Eca, ia tak tega jadinya. "Lebay kamu mah." Ejek Seulgi, "Udah ah. Kakak balik lagi kok nanti."
Seulgi kembali memeluk kedua orang tersayang itu erat. Air matanya bahkan kembali turun. Sekarang malah jadi dia yang lebay.
"Telepon bunda kalau udah sampai ya."
Seulgi menganggukkan kepalanya.
Irene benar-benar tak habis pikir ini sudah hampir jam 8 malam, tapi Seulgi menghubunginya saja tidak. Ia memang berniat menghampiri rumah Seulgi.
Sebelum ponselnya berdering menandakan ada yang menelponnya.
Nomor tak dikenal.
Walau agak ragu, namun ia tetap mengangkatnya.
"Halo?"
"Seulgi! Udah di bandara sekarang? Aku ke sana ya. Kasih tau bandara mana." Ucapnya beruntun saat mengenali suara itu, siap mengambil kunci mobilnya dan akan keluar dari kamarnya.
"Hey, kak. Duduk dulu coba."
"Apaan sih kamu. Kan aku mau nyamperin." Sebal Irene.
"Ya coba duduk dulu. Aku jelasin semuanya. Aku tau pasti kamu udah mau otw sekarang."
Irene menurut. Kembali duduk di pinggir ranjangnya. Dengan rasa bingung.
"Kamu gak perlu ke sini."
Belum selesai Seulgi berbicara Irene langsung menimpalinya, "Kenapa?" Tanyanya kesal.
Seulgi melihat tangannya sebelahnya yang terlingkar jam tangan. Sebentar lagi, mungkin 7 menit lagi.
"Dengerin aku ya. Aku ambil keputusan ini bukan karena aku capek sama kamu atau aku nyerah sama kamu. Kita butuh waktu kak. Inget kata-kata aku kalau aku gak pernah maksain kamu untuk balas perasaan aku?"
"Ya." Jawab suara yang masih terdengar kesal dari seberang.
"Aku gak bakal ngelarang kamu untuk lakuin banyak hal selama aku gak disini. Karena pada dasarnya memang kita belum punya ikatan apapun, dan aku ingin kamu coba yakinin perasaan kamu terhadap aku. Maaf, aku masih anggap itu perasaan sesaat kak." Seulgi bisa dengar isakan tangis sebagai jawaban dari kata-kata panjangnya.
Seulgi balik ngelihat ke jam tangannya.
"Mungkin aku boarding 3 menit lagi.""Seul..gi." Lirih Irene dari sana, suaranya terdengar pilu, isakan tangis yang tak berhenti. "Kenapa sih kamu pergi? Jangan pergi."
Sejujurnya sakit mendengarkan Irene berbicara seperti itu, terdengar sangat lemah.
"Kak. Nanti aku kesini lagi." Seulgi menghela nafasnya. "Dengerin aku lagi coba."
"..."
"Aku sayang sama kamu. Selalu. Gak peduli jarak yang bakal misahin aku sama kamu kembali, kaya 4 tahun lalu. Perasaan aku tetap sama. Hati aku tetap sama. Selalu punya kamu, kak."
Suara dari pengeras suara di bandara tersebut menyadarkan Seulgi dari kesedihannya. Ia akan boarding sekarang.
"Aku harus tutup teleponnya sekarang. Jangan lupa buat album polaroidnya. Dan save nomor aku." Tangis Irene makin pecah saat itu juga. "Aku sayang kamu kak. I love you."
Seulgi masih menunggu jawaban dari Irene, yang tetap bungkam dengan isakan tangisnya.
"Aku tutup ya?"
"Aku sayang kamu juga, Seulgi." Lirih Irene dari seberang sana. Dan air mata Seulgi kembali menetes.
Ia menutup teleponnya.
Melangkah dengan mantap namun hati yang terasa berat.
Karena ia tahu, ia kembali meninggalkan pemilik hatinya.
Tak peduli pula seberapa lama hatinya pergi meninggalkan sang pemilik
Irene tak akan pernah lengser dari kedudukan tertinggi di hatinya.
dikit lagi end. huhuhuhu😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
Short Story[sequel of Euphoria] Seulgi yang kembali ke kehidupan Irene? Atau Irene yang kembali ke kehidupan Seulgi? Sama saja, intinya benang merah mereka belum terputus dan masih akan terus menyambung. [!!!] better read Euphoria first.