sebenarnya aku rada ga rela double up, aku gak mau ini cepet² end huhuhuhu ㅜㅇㅜ soalnya aku lagi ngetik 2 part lagi sebelum end.
Tapi gapapa! Aku sayang kalian kkkkk [aw malu banget]Hati gadis itu sekuat tenaga untuk tidak kembali mengeluarkan satu titik air mata mendengar penjelasan itu.
"Gua tanya sama anak-anak, katanya dia digebukin sama bokapnya karena tiba-tiba gak mau lanjutin pertunangan dia. Gua gak tau lagi setelahnya, yang jelas Jeffrey minta satu kesempatan lagi sama Irene." Jelas Jimin.
Jeffrey minta kesempatan sama Irene, kemarin siang Irene dan Jeffrey lunch bareng, Sabtunya Irene nemenin Jeffrey latihan.
Berusaha mengatur napasnya yang tiba-tiba tercekat, gadis itu kemudian tersenyum sendiri. Irene benar-benar hebat mempermainkannya. Tubuhnya ia sandarkan pada sofanya. Berusaha membuat dirinya lebih tenang.
"Gua gak maksud buat lu sedih, Gi." Ujar Jimin, "Tapi bagi gua mungkin lu butuh untuk tau, menghindari sakit yang makin dalam."
Setelah kepulangan Jimin, dadanya masih benar-benar terasa sesak, ia tak ingin melihat ponselnya, karena ia tahu Irene terus mengirimkan banyak pesan padanya.
Kepalanya sakit saat itu juga. Frustasi melandanya.
----
Irene terus kepikiran sikap Seulgi kemarin, kembali seperti awal mereka bertemu setelah perpisahan itu.
Dan juga, ia terus memikirkan Seulgi yang masih tinggal di sini? Apa Seulgi memilih untuk netap? Kalau ya, Irene benar-benar bersyukur.
Tapi tetap saja, pesan Irene diabaikan, padahal Irene tahu gadis itu online.
Langkahnya ia samakan dengan mantan kekasihnya itu, film telah usai. "Mau makan?" Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan.
"Makasih ya untuk tiga harinya." Kata Jeffrey, menatap dalam pada gadis di hadapannya. Sedangkan Irene terus mengaduk-aduk makanan di hadapannya.
"Makasih juga untuk 4 tahunnya."
Jeffrey menggenggam tangan Irene lembut, saling tersenyum satu sama lain.Semoga ini adalah pilihan yang tepat.
----
Sehabis jalan dengan Jeffrey, Minggu malam ini ia mampir ke apartemen Seulgi, namun tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 8 malam, Irene tau Seulgi bukan tipe orang yang suka berkeliaran sendirian malam-malam.Kali ini, Irene memang bawa sesuatu untuk Seulgi lagi, hanya sekotak martabak telor. Tapi sepertinya memang makanan ini akan berakhir lagi di perut Jennie.
Sempat Irene telepon Seulgi, tapi tak di jawab.
Monolid Seulgi melihat Irene keluar dari gedung apartemennya, wajahnya tampak kusut, tubuhnya juga ogah-ogahan berjalan menuju mobilnya.
"Aku masuk dulu ya Bun." Setelahnya ia keluar dari mobil bundanya.
Gak salah kan Seulgi menghindar dari Irene?
Tapi kenapa gadis itu nampak muram.Ia memeriksa pesan yang masuk dari Irene, berpuluh-puluh pesan yang dua harian tak ia baca. Dari pesan-pesan Irene, menyiratkan bahwa gadis itu terus bertanya mengapa Seulgi seperti ini padanya. Tak berminat membalasnya, Seulgi membuat ponselnya mati total.
Seulgi cuma butuh waktu lagi saja untuk tatap muka sama Irene.
-----
Ini sudah kedua kalinya Irene bertandang ke apartemen Seulgi dan dia tak ada. Sudah hampir sejam ia menunggu di sini, malam juga semakin larut, 9 malam.
Irene sempat bertanya pada Jimin akhir-akhir ini Seulgi sibuk apa, tapi lelaki itu hanya bilang melakukan hal penting, tak ada penjelasan lebih.
Mungkin dia harus pulang dengan hati kecewa lagi. Ada perasaan asing yang menyerang Irene ketika Seulgi mengacuhkannya seperti ini, seperti tak terima namun tak bisa berbuat apapun.
Memasuki lift yang kosong, ia menangis di dalamnya, rasa sesak ini memenuhi dirinya. Beruntung tak ada yang memasuki sejak tadi, wajahnya terus menunduk.
Bunyi tanda bahwa lift telah mengantarkannya pada lantai yang dituju berdentang. Tangannya buru-buru mengusap wajahnya. Mengangkat kepala dan terkejut dengan Seulgi di depannya. Seulgi melangkah masuk, dan ia tak ingin keluar.
Perjalanan menuju lantai 23 terasa lama. "Darimana aja?" Akhirnya Irene berhasil menemukan suaranya, "2 hari gua ke sini lu gak ada terus." Lanjutnya.
"Ada urusan." Jawab Seulgi singkat.
Suara singkat itu berhasil membuat sesaknya terasa lagi, yang sempat hilang setelah melihat Seulgi.
"Maaf tentang keegoisan gua kemaren, yang nyakitin lu, Seul." Irene menggigit bibir bawahnya, berusaha mengeluarkan suara selagi menahan tangisnya, "Gua cuma takut lu diambil orang.""Lu harusnya gak usah takutin hal begitu." Ucap Seulgi datar, "Udah gua bilang, itu cuma perasaan sesaat." Pandangan monolid itu lurus, tak ingin melihat gadis di sampingnya.
Irene menggeleng cepat, "Enggak. Enggak Seulgi!" Bentaknya.
"Jangan maksain diri lu untuk bales perasaan gua, gua gak mau lu punya perasaan ke gua cuma karena rasa kasihan." Tukas Seulgi, lalu meninggalkan Irene melangkah pergi ke unitnya.
Gadis yang tertinggal di lift itu membeku. Nada bicara Seulgi dingin sekali, menusuk ke relung hatinya.
Kembali ingatannya memutar kalimat demi kalimat yang Sunmi utarakan padanya.
'Dia bisa capek Rene.'
Apa Seulgi jengah dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
Short Story[sequel of Euphoria] Seulgi yang kembali ke kehidupan Irene? Atau Irene yang kembali ke kehidupan Seulgi? Sama saja, intinya benang merah mereka belum terputus dan masih akan terus menyambung. [!!!] better read Euphoria first.