xvii. kakel

4.1K 532 22
                                    

"Hai!" Suara lembut Seulgi menyapa pada lelaki yang agak sibuk hari-hari ini.
Mesin kendaraan roda empat itu menyala dan bersiap untuk menuju tempat mereka tuju. "Jim, gua takut," Lirih Seulgi.

"Gapapa Gi, serius," Kata lelaki itu berusaha untuk menenangkan Seulgi, "Habis dikuburin gua langsung anter lu pulang," Namun tetap saja, wajah gadis di sebelahnya terlihat gelisah.

"Lu tau kan Jim, satu sekolah tau masalah waktu itu," Sedikit memberi jeda, Seulgi kembali melanjutkan ucapannya, "Gua takut sama tatapan mereka," Seulgi memejamkan matanya saat bayang-bayang kejadian itu teringat, "Gua cuma khawatirkan hari ini bakal ke ulang lagi."

"Jadi, mau gua anter balik aja?" Jimin akhirnya pasrah mendengar argumen Seulgi.

Seulgi tak menjawab, "Tapi gua mau beri penghormatan terakhir Jim, sebagai seorang murid dia," Bibir bawahnya sedari tadi ia gigit karena pikirannya benar-benar bingung.

"Gi, terus maunya gimana?"

Dan, Seulgi menjawab diikuti matanya yang menyiratkan jika ia yakin : "Terusin aja."

---

"Gak usah peduliin tatapan mereka," Bisik Jimin sebelum mereka keluar dari mobil.

Langkah kedua pasang kaki itu berdampingan memasuki rumah duka itu, banyak yang menyapa Jimin namun tatapan mereka jatuh kepada Seulgi, dan diikuti bisikan satu sama lain, banyak dari antara mereka adalah kakel Seulgi dulu, karena yang meninggal ini guru agama mereka.

Ibadah sebelum pemakaman dimulai, Jimin memilih tempat yang strategis ; di paling belakang.
"Seulgi kan?"
Kepalanya menoleh mendengar suara seorang perempuan, yang langsung Seulgi kenali, kakak kelasnya. Dia satu-satunya kakak kelas yang dulu saat masalah kemarin menyebar yang tidak menatap Seulgi dengan tatapan benci atau jijik, malah terus memberikan senyum ke Seulgi saat mereka bertemu walau saat itu Seulgi tak membalasnya.
Membalas sapaannya, Seulgi memberikan senyuman terbaiknya, "Iya,"

"Apa kabar?" Tanyanya pelan, karena ibadah masih berlangsung.

"Baik, kakak?"

"Sama,"

Tak ada lanjutan percakapan mereka setelah itu dan ibadah telah selesai yang artinya, peti akan ditutup dan diangkut ambulance menuju tempat peristirahatan terakhir.

"Ka Sunmi, naik bis atau gimana?" Tanya Jimin, "Mau bareng gua gak? Sama Seulgi juga,"

"Boleh deh," Dan Sunmi kembali tersenyum namun lebih diarahkan pada gadis monolid di sebelahnya.

----

Mereka bertiga berhenti di sebuah warkop karena malam itu hujan dan Sunmi lebih menyarankan berhenti dulu sebelum melanjutkan perjalanan pulang.

Jimin hanya memesan segelas kopi instan panas, sedangkan kedua perempuan lainnya memesan mi rebus.

Mangkok Sunmi telah kosong lebih dahulu dari Seulgi, mengajak ngobrol Jimin selagi menunggu Seulgi yang menghayati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya.

"Gua minta nomor lu," Seulgi memandang ragu pada ponsel yang disodorkan ke Seulgi.
"Pesta ulang tahun gua 3 hari lagi, dan gua mau lu dateng," Dan alasan itu malah makin membuat Seulgi bingung.

"Kenapa?" Cuma itu saja yang keluar dari mulut Seulgi.

Sunmi menghentikan langkah mereka berdua membiarkan Jimin menghampiri mobil lebih dahulu. Tangannya menahan milih gadis itu, mendekatkan wajahnya ke telinga Seulgi dan berbisik,

"Karena gua suka sama lu,"

Setelahnya Sunmi tersenyum sumringah meninggalkan Seulgi yang masih terpaku akan pengakuan kakak kelasnya itu.

BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang