xii. 3 AM

4.9K 572 22
                                    

mulmednya disarankan diputar aja, tp terserah sih ehe.




























Seulgi terbangun.

Pukul 3.00 AM.

Terkadang dia begini, hanya akhir-akhir ini intensitasnya lebih sering, seperti kembali di masa-masa kemarin, di saat ia terpuruk.

Tangan Irene yang tadinya meremas piyamanya telah mengendur.

Irene dekat sekali sama dia sekarang.

Seulgi gak nyangka bisa sedekat ini.
Bahkan terpaan nafas Irene yang teratur bisa dirasakannya mengenai kulit tengkuknya.
Dan piyama bagian belakangnya yang lembab.

Mengikuti kata hatinya, ia membaringkan punggungnya di kasur dengan hati-hati takut mengganggu tidur gadis itu.

Tatapannya menatap langit-langit kamar itu. Dan kemudian berpaling pada perempuan di sebelahnya.

Wajahnya sembab sekali, ia sempat merasa bersalah malah membiarkan Irene menangis begitu saja, tanpa berniat menenangkan Irene.

Bukan tak niat, tak berani saja.

Tangannya berinisiatif mengelus tangan Irene yang memeluk dirinya. Hanya elusan kecil dan biasa, tak berniat membangunkan empunya.

Cukup lama ia terdiam menatap langit-langit kamarnya sambil mengelus lembut tangan Irene. Yang tanpa ia sadari Irene telah bangun dan sedang menatapnya, bahkan ia menikmati sentuhan Seulgi ditangannya.

"Seulgi," Panggil Irene dengan suara seraknya.

Seulgi reflek menghentikan aktivitasnya dan menyingkirkan tangannya.

Irene tak rela Seulgi melepas tangannya begitu saja, tapi apa boleh buat.

"Kenapa?" Tanya Irene pelan.

Seulgi gak langsung jawab. Bibirnya tetap rapat seperti biasa jika bersama Irene.

"Cuma kebangun." Jawabnya singkat.

"Bukan itu, kenapa lu giniin gua?"

"Giniin maksudnya?" Timpal Seulgi bingung, perasaan dia gak ngapa-ngapain Irene deh, kecuali elus-elus tadi.

"Acuhin gua, gua tau dulu gua acuhin lu juga, tapi emang gak bisa yang lalu di lupain aja?" Gampang. Gampang banget Irene mengeluarkan kata-kata itu.

"Sulit." Hanya itu yang diucapkan Seulgi.

"Sulit di mana? Karena masalah kemaren lu gak bisa lupain?" Seulgi akhirnya berani natap Irene dengan tatapan marah.

"Sekarang gua tanya, kenapa lu giniin gua? Baik-baik ke gua?" Seulgi menghela nafas kesal, "Maksud lu apa? Mau lu apa?"

"Salah emangnya? Gua cuma mau kita jadi temen."

"Cih!" Seulgi mendecih.

"Seulgi, masalah kemarin, bukan lu aja yang jadi korban. Gua juga! Gua juga dipanggil BK, kena ejek karena lu, bahkan hubungan gua hampir putus karena lu, Seulgi!" Akhirnya Irene berani ungkapin segala kekesalannya terhadap Seulgi sekarang, "Dan Seulgi, penyebab dari semua masalah kemarin adalah lu!"

Tubuh Seulgi kaku, tiba-tiba ia tertawa kecil, "Oke. Maaf." Seulgi membalikkan tubuhnya, membelakangi Irene. Irene pun juga melakukan hal yang sama.

Dalam kesunyian, setelah berdebat itu.
Irene kembali tidur.

Namun Seulgi, kembali menyalahkan dirinya.

Sia-sia usaha ia memulihkan dirinya selama ini.

Hanya dengan perkataan Irene tadi, membuat ia kembali resah dengan keberadaan dirinya.

Dan Seulgi menangis dalam diam.

---

Sedari pagi Jimin memang sudah merasa ada yang aneh dengan Seulgi.

"Seul, kenapa?" Seulgi segera tersadar dari lamunannya.

"Ngantuk, ehehe..." Tak seperti cengengesan Seulgi biasanya, kali ini terlihat dipaksa.

"Bohong." Balas Jimin, "Kenapa? Ada hubungannya sama kemarin?"

Seulgi menggelengkan kepalanya.

"Irene?" Seulgi diam saat mendengar nama itu. "Irene apain lu lagi?"

"Gak, cuma debat kecil tadi pagi. Gak penting banget." Seulgi berusaha meredam topik yang tak ingin ia bahas.

"Kalo emang gak penting, gak mungkin sampe ganggu pikiran lu gini,"

"Serius Jim. Gapapa." Yakin Seulgi. "Btw, habis ini kemana?"

"Pantai Batu Bengkung."

---

Untuk yang kedua kalinya Irene nikmatin sunset di Malang, dan sekarang ia menikmatinya tanpa Jeffrey.

Hatinya sakit malam itu ketika mengetahui pengkhianatan yang Jeffrey lakukan.

Ia berharap dengan melihat matahari tenggelam ini bisa memulihkan hatinya.

"Kak Rene," Tiba-tiba Jimin datang dan ikut duduk di sampingnya, duduk di hamparan pasir putih ini. "Gua nemenin lu gapapa kan? Gak akan ada yang marah?"

"Gak lah, itumah elu!"

"Siapa? Gua mah bebas."

"Seulgi?" Jimin cuma menggelengkan kepalanya.

Jimin langsung keingat tujuan utama ia kesini. "Bang Jeff tadi nit-"

"Gak usah omongin tentang dia, eneg." Kesal juga kalau mikirin Jeffrey, pagi-pagi dia sudah ngilang, ternyata ia pulang ke Jakarta.
Bukan tanpa sebab, seharusnya dari 3 hari lalu Jeffrey di rumah untuk membahas pernikahannya dengan tunangannya, tapi ia malah kabur.

Senyum simpul tercetak di wajah Jimin, "Kalo Seulgi?"









BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang