Rating 18+, mohon bijak dalam memilih bacaan.
Desahan yang di keluarkan oleh Renata mampu membuat gairah Elang meningkat. Elang terus mencium permukaan dada Renata dengan sensual, ia bahkan memberikan tanda kemerahan pada tulang selangka leher gadis itu.Elang terus mencumbu dengan bergairah, bagian bawah milik Elang sudah berdiri tegak. Renata terus-terusan mendesah, ia sudah tidak bisa berpikir jernih yang ia tau hanya ia menikmati saat bibir dan lidah Elang bekerja pada permukaan kulit leher dan dadanya yang masih berbalut bra.
Bahkan ketika suara petir terdengar Renata sudah tidak menangis atau bahkan ketakutan ia terlalu menikmati setiap sentuhan yang diberikan Elang. Ini gila baginya, saat pria lain mencoba untuk menyentuhnya ia menolak namun dengan Elang ia bahkan sangat-sangat menikmatinya dan menginginkan lebih.
Ia bingung saat tiba-tiba Elang berhenti mencium dan menjauhkan tubuhnya dari Elang. Ia menatap wajah Elang yang seperti menahan sesuatu, pria itu memejamkan mata. Renata menyentuh wajah Elang dan mengelusnya dengan lembut. Nafas mereka berdua memburu.
"Hentikan sayang." erang Elang masih enggan membuka matanya.
Renata tidak mengindahkan perintah Elang, ia masih mengelus pipi itu lembut.
"Jika terus begini aku tidak bisa menahannya. Hentikan sebelum aku menerkammu." ucap Elang lebih tegas dan akhirnya Renata sadar ia segera menghentikan elusannya pada ELang.
Renata masih duduk di pangkuan Elang hanya diam karna lelaki itu sama sekali tidak mengeluarkan suara lagi. Elang sedang berusaha menghilangkan napsunya dan menetralkan nafasnya. Hujan masih terdengar namun tidak sederas sebelumnya, petir juga sudah tidak terdengar lagi hanya terdengar suara rintikan hujan dan angin.
Setelah lebih tenang Elang membuka matanya dan langsung melepaskan kaos yang ia pakai dan segera memakaikannya pada Renata. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Maaf aku kelepasan." ucap Elang dengan nada yang lembut sambil mengelus bibir Renata yang sedikit membengkak akibat ulahnya. Matanya juga meneliti beberapa tanda di leher gadis itu dan mengelusnya perlahan.
"Aku tidak menangis lagi saat kau menciumku." jujur Renata sambil menatap mata Elang dengan tangan kanan yang membuat pola abstrak pada dada Elang yang bertelanjang dada.
Elang menatap wajah Renata, ada semburat merah pada kedua pipinya. Ia kemudian mencium kening Renata lembut lalu memindahkan Renata ke kasur.
"Jangan memancing sayang atau aku tidak akan berhenti." ucap Elang dengan suara beratnya dan Renata langsung menghentikan elusannya.
Elang pun memutuskan memeluk Renata sambil tiduran di kasur, mereka hanya diam tidak berbicara.
"Apa yang akan terjadi pada Dimas?" tanya Renata basa basi.
"Entahlah, aku bahkan belum melakukan apapun padanya tapi dia sudah begitu." jawab Elang dengan tenang.
"Memangnya apa yang akan kau lakukan padanya?"
"Belum terpikirkan, tapi yang jelas bisa membuatnya jera karna sudah menyentuh milikku."
"Milikmu?"
"Iya, kau sayang."
"Aku bukan milikmu." jawab Renata.
"Belum." Elang mencium puncak kepala Renata dengan penuh kasih.
"Kau sudah tidak takut pada petir?" tanyanya lagi.
"Masih, tapi tadi ketika kau mencium ku aku tidak memikirkan soal petir dan hujan lagi. Semua ketakutanku tiba-tiba hilang." jelas Renata.