⚠️ warning, typo! ⚠️
3.3 : waktu.
***
Hari-hari telah berlalu, kesedihan terasa hilang bulan-bulan lalu. Ali merasa keluarganya sangat bahagia dan harmonis, tak ada kesedihan selama 6 bulan itu. Penyakit Prilly juga sering kambuh dan itu membuat Ali uring-uringan, tak jarang Ali mengatakan gugurkan kandungan itu dia hanya takut hal yang tak ingin ia inginkan terjadi. Ia takut kehilangan istrinya.
"pagi sayang ...," sapa Ali dengan riangnya, meletakkan piring di meja makan. Di sana sudah ada Varo juga Illy yang di gendong Siska.
Prilly tersenyum tipis, berjalan sembari memegang pinggang juga perutnta itu. Wajah cantiknya semakin hari semakin pucat pasih, ia seperti mayat hidup. Namun berusaha menutupinya dengan make up, Ali yang melihat pergerakan Prilly dengan cepat dia berjalan ke arah Prilly dan memapahnya ke meja makan.
Kini usia kandungan Prilly menginjak 9 bulan, membuat Ali semakin was-was takut hal itu terjadi. "kamu mau makan apa?" tanya Ali, kedua tangannya ia tumpuhkan di kursi Prilly membungkuk melihat wajah Prilly dari samping dengan senyum tipis.
"apa aja,"
"tapi ini kamu yang buat sendiri?" lanjutnya dengan heran.
Setaunya Ali sangat tidak bisa memasak, lalu ini- "aku belajar sayang, selama kamu sakit aku ga mau bikin kamu kecapean. Jadi biar aku yang gantiin oke?" ucap Ali dengan semangatnya.
Senyuman di bibir Prilly luntur, ia menunduk sedih. "aku ga berguna ya? Ngelayanin kamu aja ga bisa, aku sekarat, Li." sahut Prilly dengan air mata yang sudah mengalir, membuat Ali memeluknya erat. Menatap Siska seakan memberi taunya agar membawa Varo dan Illy ke kamar.
Menangkup wajah Prilly. "hey, kamu denger ya? Bagi aku kamu sempurna. Aku ga mau kamu sedih lagi, inget kondisi kamu. Kamu harus semangat, ga boleh nangis ya?" katanya dengan sigap langsung memeluk Prilly erat.
"kamu ga kerja?" tanya Prilly, mendongak menatap Ali.
Menggeleng pelan, menatap Prilly penuh cinta. "aku mau nemenin kamu." setelahnya Ali dan Prilly makan dengan romantis di meja makan, sedangkan Varo dan Illy di kamar dengan suster Siska juga.
***
Baik, saya akan segera ka kantor.
Setelah mematikan panggilan itu Ali bergegas berdiri dari kasur, berlari ke kamar mandi dan mengambil pakaian kantornya. Membuat Prilly bingung, bukankah katanya Ali akan bekerja di rumah untuk menemaninya?
"kamu mau kemana? Tumben rapih?" tanya Prilly heran.
Menoleh, tersenyum ke arah istrinya. Lelaki itu berjalan sembari mengancingi kancing kemeja lengannya "aku ada meeting penting hari ini, kamu jangan kemana-mana ya? Di rumah aja aku janji ga lama-lama ko, muah. Bye, sayang!" pekik Ali setelah mencium Prilly dari arah tangga mansion.
Prilly hanya menggeleng kepala, tingkah Ali memang akhir-akhir ini berubah. Dia lebih hangat juga tidak sedingin dulu lagi. Tiba-tiba rasa pening di kepalanya menyerang, Prilly terus menjambak rambutnya berusaha menghilangkan rasa sakitnya. Namun sama saja, pening itu bukannya hilang malah semakin menjadi, rasanya ia ingin tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkranasi 1/2 [end]
Non-Fiction[spin of Mr. Ali] (story Ali-Prilly) Reinkranasi, adakah itu? Sebuah keercayaan bagi sebagian manusia. Tapi tidak untuk seorang CEO muda Alirendra argantara, pemilik perusahaan Rendra corp. Suatu hari saat di kantor, lelaki itu sedang memikirkan se...