Hi, everyone!
Doble up!
Yowes jangan banyak bacot batre gue mo abis, pokonya kalo ada typo yarin aja ya gue belom revisi soalnya.Terus kalo udah baca jangan lupa di vote sama komen awas kalo vote kaga komen doang suruh next gue usir lo dari story gue kalo perlu gue blok biar ga bisa baca story gue lagi bhay!
Follow ig gue ya @alafdlh sama yang wpnya juga oke!
Udah ah cape gue lama-lama! Happy reading guys 💓
***
Sudah seminggu lamanya Prilly tertidur pulas di ranjang rumah sakit dengan alat medis yang tertancap di tubuhnya, Prilly sama sekali tidak terbangun dari masa kritisnya. Begitu juga dengan Ali, lelaki itu seolah tak perduli dengan Prilly. Padahal setiap hari dia selalu datang melihat Prilly, bahkan enggan beranjak dari kursi. Dia terua menatap Prilly.
Ia mau orang pertama yang istrinya lihat itu adalah Ali, merasa bersalah? Tentu, iya. Namun hatinya masih sama, dia bingung. Apakah ia mencintai Prilly atau tidak.
“cepatlah bangun, apa kau tidak merindukan aku?” tanya Ali, matanya tak lepas dari Prilly. Tangannya terus menggenggam erat lengan Prilly.
Drt ... Drt ...
Merogoh sakunya, melihat nama yang tertera du hape-nya itu. Bima, sekretarisnya itu menelfon. Untuk apa? Menghembuskan nafasnya dengan kasar dia harus mengangkat mau tidak mau.
Ali : ada apa?
Bima : ada apa katamu? Ali kau sudah berapa hari tidak masuk ke kantor, apa kau merelakan kantor ini bangkrut begitu?
Bima : aku tau kau merasa bersalah dengan kejadian ini, sangat tau. Tapi kau tidak bisa membiarkan kantormu ini terbengkalai!
Ali : cepat katakan apa yang ingin kau katakan, aku sedang tidak minat mendengar ceramahmu.
Bima : kau harus mengurus perusahaan yang ada di los angles, perusahaan di sana sekarang sangat membutuhkan mu. Karna apa? Karna sekarang perusahaan di sana sedang turun dengan drastisnya akibat ulah sainganmu itu.
Ali : aku tidak bisa, aku sedang menjaga Prilly—
Bima : masih ada mamah dan papah mu juga mamah dan papah istrimu, dia aman bersama mereka. Tapi perusahaanmu sedang tidak aman Alirendra!
Tut ... Tut ...
Tidak ingin mendengar ucapan Bima. Ali langsung mematikan sambungan itu sepihak, kembali menatap manik-manik mata Prilly. Mencium punggung tangannya berulang kali.
“aku tidak tau apakah aku mencintaimu atau tidak, yang pasti aku ingin meminta maaf. Maaf sudah menuduh keluargamu yang tidak-tidak, maafkan aku Prilly,” gumamnya hampir berbisik, membelai lembut rambut Prilly.
“aku yakin kau akan bertahan,”
Mungkin benar di katakan orang-orang, Ali masih begitu labil. Waktu itu dia mengatakan cinta dengan Prilly meski dalam hati, namun sekarang dia mengatakan bingung tentang hatinya yang mencintai Prilly atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkranasi 1/2 [end]
Non-Fiction[spin of Mr. Ali] (story Ali-Prilly) Reinkranasi, adakah itu? Sebuah keercayaan bagi sebagian manusia. Tapi tidak untuk seorang CEO muda Alirendra argantara, pemilik perusahaan Rendra corp. Suatu hari saat di kantor, lelaki itu sedang memikirkan se...