Sarapan Berenam

444 83 30
                                    

~||~

Disuatu pagi yang cerah, disebuah pelataran kampus Rey sedang membaca novel serta menikmati sinar matahari dipagi hari. Pria tampan berwajah dingin tersebut terlihat sangat fokus membaca setiap kata demi kata yang tertulis didalam novel yang dia pegang, tapi tak berselang lama suara manja seorang wanita membuat fokusnya sedikit buyar.

"Kak Rey" panggil Dinda seraya duduk disamping Rey.

"Aku membawa makanan untukmu" ujar Dinda.

Rey menoleh menatap Dinda yang memamerkan beberapa jajanan pinggir jalan.

"Aku tidak memakannya" ucap Rey dingin.

"Kamu belum sarapan Kak. Makanan ini akan mengisi perutmu" ucap Dinda.

"Ayolah Kak, makan ya?? Aku sudah membelikannya untukmu" lanjutnya yang merayu Rey.

Bibir Dinda mengerucut melihat Rey yang sama sekali tidak merespon ucapannya, dia justru kembali fokus membaca novel yang dia bawa.

"Aku suapin, ayo buka mulutmu" ucap Dinda seraya menusuk satu bakso berukuran kecil yang sudah dilumuri oleh saus kacang.

"Ayo buka mulutnya" ucap Dinda lagi yang sudah menyodorkan makanannya.

Rey hanya melihat sekilas dan kembali melanjutkan acara membacanya, Dinda mendengus kesal melihat Rey yang masih saja bersikap dingin kepadanya.

"Satu ini saja, jika kamu makan ini aku akan bersikap lebih baik dan tidak mengganggumu lagi" ucap Dinda yang masih belum menyerah.

"Satu saja Kak.. " lirih Dinda.

Rey mendengar itu, dia menoleh untuk menatap Dinda yang sekarang terlihat bersedih. Dengan menerima suapan dari Dinda untuk membuat wanitanya itu kembali ceria lagi seperti baru saja datang tadi. Dinda tersenyum dan segera mengambil satu botol air mineral yang sempat dia bawa tadi.

"Ini cepat minum. Itu pedas" ujar Dinda menyodorkan air mineralnya setelah melihat wajah Rey yang sudah berubah menjadi merah karena rasa pedas.

Dengan rakus Rey meminum air mineral setengah botol tandas, dengan menahan rasa pedas yang membakar mulut Rey menatap Dinda dengan tatapan tajam. Dinda membalas Rey dengan tatapan takut seraya meremas kedua tangannya sendiri dan tanpa tersadar menimbulkan luka goresan karena kuku kukunya tapi Dinda tidak memperdulikan rasa sakit ataupun perih, yang dia perdulikan sekarang adalah apakah Rey marah padanya.

"Hey jangan melukai tanganmu sendiri" ucap Rey seraya menggenggam pergelangan tangan Dinda dan melihat bekas goresan yang sudah mengeluarkan darah.

"Auhh.. " pekik Dinda saat Rey membasuh lukanya dengan sisa air mineral yang sempat dia minum tadi.

"Sebentar!! Ini akan sedikit perih, kamu tahan ya" ucap Rey seraya mengerikan tangan tersebut dengan tisu.

"Emm a-apa Kak R-ey m-arah s-ama D-inda??" tanya Dinda dengan gugub.

Senyum kecil terukir walaupun hanya sekilas dan sangat sebentar tapi bisa membuat setiap orang yang melihatnya akan takjub, tapi sayang Dinda tak melihatnya karena posisi kepala Rey yang tertunduk karena sedang memasang plaster luka ditangan Dinda.

"Siapa yang bilang??"

"Emm anu itu ak-"

"Aku tak marah. Lain kali bilang kalau itu pedas, untung saja aku tidak tersedak karena terkejut rasa pedasnya yang sangat menyengat" potong Rey dengan kalimat panjangnya yang berhasil membuat Dinda terdiam dengan mulut yang sedikit terbuka seraya menatap Rey dengan pandangan tak percayanya.

Red Thread Of Destiny || Leslar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang